Manager SPBUN Pambang Pesisir Dilaporkan, Diduga Langgar UU Migas

Manager SPBUN Pambang Pesisir Dilaporkan, Diduga Langgar UU Migas
Kuasa hukum Hidayat alias Yati, Safroni, S.H., M.H. (foto: istimewa)

iniriau.com, BENGKALIS – Pengelolaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) milik Koperasi Perikanan Pantai Madani (KPPM) di Parit Tiga, Desa Pambang Pesisir, Kabupaten Bengkalis, kembali menjadi sorotan. Manager SPBUN, Ishak alias Sahak, dilaporkan ke Polres Bengkalis atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.

Laporan tersebut diajukan Hidayat alias Yati, nelayan dari Desa Teluk Lancar. Kuasa hukumnya, Safroni, S.H., M.H., menyebut kliennya merasa dirugikan karena solar subsidi yang dibeli dalam kemasan 200 liter diduga tidak pernah penuh, dan selama tiga tahun hanya berisi sekitar 195 liter.

“Betul, klien saya melaporkan Sahak atas dugaan penyalahgunaan niaga BBM bersubsidi sebagaimana Pasal 55 UU Migas,” kata Safroni, Sabtu (6/12/2025).

Safroni menambahkan, hingga kini kliennya belum memberikan keterangan apa pun ke media. Ia mengapresiasi respons cepat penyidik Polres Bengkalis yang sudah memproses laporan tersebut.

Penyidik Satreskrim Polres Bengkalis telah memeriksa Sahak dan seorang nelayan bernama Lias pada Jumat (5/12). Pemeriksaan terhadap Sahak merupakan yang kedua, sementara Lias baru dimintai keterangan untuk pertama kalinya. Usai pemeriksaan, Sahak memilih menghindar dari wartawan dan enggan menanggapi dugaan penyelewengan solar ke perusahaan tambak udang.

Ketika dikonfirmasi mengenai posisinya di koperasi, Sahak menegaskan dirinya hanya berperan sebagai manager SPBUN, bukan ketua koperasi. Namun ia mengaku tidak mengetahui siapa ketua KPPM yang mengangkatnya. “Saya hanya manager, bukan ketua koperasi. Nama ketuanya saya tak tahu,” ujarnya singkat sebelum meninggalkan Mapolres.

Dugaan penyelewengan BBM subsidi ini sebelumnya juga mendapat sorotan dari Direktur Eksekutif BAK-LIPUN, Abdul Rahman Siregar. Ia mendesak Polres Bengkalis menuntaskan kasus ini karena solar subsidi seharusnya diperuntukkan bagi 103 kapal nelayan di sebelas desa di Pulau Bengkalis.

“Solar subsidi itu untuk nelayan, bukan untuk industri tambak udang. Kalau dijual ke industri, itu tindakan ilegal dan harus diproses hukum,” tegas Rahman.

Ia menilai penyelewengan tersebut dapat memicu kelangkaan di tingkat nelayan dan bertentangan dengan UU Migas.

Seorang warga setempat juga mengaku sering melihat mobil L300 diduga milik pengusaha tambak udang mengantre membeli BBM setiap kali mobil tangki pengangkut solar tiba di SPBUN. Namun hal ini belum terkonfirmasi dari pihak koperasi.

Sementara itu, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Perikanan Bengkalis, Syofian, S.Pi., memastikan bahwa rekomendasi dinas maupun izin Pertamina mengatur SPBUN hanya menyalurkan BBM bagi nelayan. “Pengecualian hanya untuk penangkaran ikan skala kecil. Tambak udang termasuk industri dan harus memakai BBM harga industri,” ujar Syofian.

Ia juga membantah adanya pungutan Rp400 ribu per bulan untuk pengurusan rekomendasi solar subsidi. Menurutnya, proses pengajuan dilakukan melalui aplikasi dan tanpa biaya.

Sahak, saat dikonfirmasi terpisah, membantah tudingan pengurangan volume solar. Ia menyebut satu drum tetap berisi 200 liter. Namun ia enggan menjawab soal dugaan penjualan solar ke tambak udang, dengan alasan sedang mengurus anak yang sakit.

Kasat Reskrim Polres Bengkalis, Iptu Yohn Mabel, membenarkan laporan tersebut. “Masih lidik perkaranya, Bang,” ujarnya melalui pesan singkat.**
 

#Hukrim

Index

Berita Lainnya

Index