iniriau.com, PEKANBARU – Komisi V DPRD Provinsi Riau menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dinas Kesehatan dan berbagai instansi layanan kesehatan untuk membahas penyempurnaan Rencana Kerja (Renja) tahun 2026. Pertemuan tersebut berlangsung di ruang Komisi II DPRD Riau, Rabu (19/11/2025), diikuti PMI, BPJS Kesehatan, KPA Riau, RSJ Tampan, RSUD Arifin Achmad, serta RSUD Petala Bumi.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Riau, Widodo, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan penyesuaian anggaran secara hati-hati menyesuaikan kondisi keuangan daerah. “Kami menata ulang beberapa pos anggaran untuk memastikan program kesehatan tetap berjalan,” jelasnya.
Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi V DPRD Riau, Indra Gunawan Eet, muncul pula pembahasan mengenai Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) perangkat daerah. Eet mengingatkan bahwa penyesuaian TPP tetap harus mengacu pada ketentuan pusat serta memperhatikan kondisi fiskal daerah.
“Penetapan TPP tidak bisa dilepaskan dari aturan nasional dan kemampuan anggaran daerah,” ujarnya dengan nada mengajak semua pihak memahami situasi.
Salah satu sorotan datang dari Anggota Komisi V Fairus, yang menyinggung dihapusnya program bantuan rujukan bagi warga tidak mampu. Menurutnya, program tersebut selama ini menjadi penunjang penting bagi masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan lanjutan. “Jika memungkinkan, kami berharap program ini dapat ditinjau kembali karena manfaatnya cukup besar bagi warga kurang mampu,” tuturnya.
Diskes dan pimpinan Komisi V sepakat melakukan evaluasi lebih lanjut terhadap usulan tersebut.
Isu pelayanan kesehatan jiwa juga mendapat perhatian. Anggota Komisi V Rizal Zamzami berharap prosedur rujukan untuk pasien ber-KTP Riau dapat dipermudah ketika mengakses layanan RSJ Tampan.
Menanggapi hal itu, Direktur RSJ Tampan, Prima Wulan Dari, menjelaskan bahwa sejumlah ruang perawatan seperti ruang anak, lansia, dan gladiati masih dalam proses penyesuaian sehingga belum sepenuhnya dioperasikan. “Target kami layanan dapat berjalan lebih optimal mulai 2026. Namun beberapa prosedur tetap mengikuti regulasi BPJS,” kata Prima.
Dari KPA Riau, Sekretaris Wildan menyampaikan bahwa sebagian besar kasus HIV/AIDS di Riau masih terpusat di Pekanbaru, sementara dukungan anggaran masih terbatas. “Alokasi saat ini sekitar Rp200 juta, dan tentu masih perlu ditingkatkan agar program berjalan lebih efektif,” ucapnya.
Ketua Komisi V menyatakan pihaknya akan memperjuangkan penguatan anggaran pada pembahasan selanjutnya untuk memastikan layanan penanganan HIV/AIDS tetap berjalan maksimal.
Anggota Komisi V lainnya, Agus Triansyah dan Alga Viqky Azmi, turut mendorong instansi kesehatan untuk lebih aktif menyampaikan kebutuhan dan prioritas program. “Kolaborasi yang baik akan membantu kami memberikan dukungan kebijakan yang tepat. Pada akhirnya, peningkatan pelayanan kepada masyarakat adalah tujuan utama,” ujar Agus.** (ADV)
