iniriau.com, BENGKALIS – Kasus dugaan pelecehan yang melibatkan aparatur Desa Muntai Barat, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis, kini resmi ditangani pihak kepolisian. Terlapor dalam perkara ini adalah Sekretaris Desa (Sekdes) Muntai Barat berinisial SYL, sementara korban merupakan bawahannya sendiri, S, yang menjabat sebagai Kaur Keuangan Desa.
Kasat Reskrim Polres Bengkalis, Iptu Yohn Mabel, melalui Kanit PPA Aipda Andri Pranata, membenarkan laporan tersebut telah diterima dan kini dalam proses penyelidikan.
“Benar, laporan sudah kami terima melalui kuasa hukum korban. Terlapor merupakan Sekdes Muntai Barat berinisial SYL,” ujar Andri, Jumat (10/10/2025).
Andri mengungkapkan, sebelum laporan itu dibuat, Sekdes SYL justru lebih dahulu melaporkan korban atas dugaan pencemaran nama baik. Karena keduanya masih memiliki hubungan keluarga, polisi sempat menyarankan penyelesaian secara kekeluargaan.
“Awalnya sempat kami mediasi karena ada hubungan keluarga. Tapi karena tidak ada titik temu, laporan tetap diproses,” jelasnya.
Sementara itu, Camat Bantan Rafli Kurniawan menuturkan, perselisihan antara Sekdes dan Kaur Keuangan Desa Muntai Barat sudah berlangsung sejak April 2025. Pemerintah kecamatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), serta Polsek Bantan bahkan telah melakukan mediasi, namun upaya tersebut gagal mencapai kesepakatan.
“Kita sudah memanggil kedua belah pihak untuk klarifikasi. Tapi karena tidak ada hasil, Sekdes sudah diberikan surat peringatan pertama,” ungkap Rafli.
Terkait desakan sebagian warga agar Sekdes diberhentikan dari jabatannya, Rafli menegaskan langkah itu belum bisa dilakukan sebelum adanya keputusan hukum tetap. “Proses hukum harus dihormati. Kalau nanti sudah ada putusan yang inkrah, baru pemerintah bisa mengambil tindakan sesuai aturan,” tegasnya.
Dari pihak korban, kuasa hukum Al Azis, S.H., M.H., didampingi Windrayanto, S.H., menyebut kliennya mengalami trauma berat setelah peristiwa yang diduga terjadi pada 16 April 2025. Menurutnya, korban awalnya dipanggil oleh Sekdes dengan alasan urusan kantor, namun di tengah perjalanan, pelaku diduga melakukan tindakan tidak senonoh di kawasan Lapangan Pasir Andam Dewi, Bengkalis. “Klien kami tidak hanya mengalami tekanan mental, tapi juga sosial. Setelah kejadian itu, ia takut untuk kembali bekerja di kantor desa,” terang Azis.
Pihaknya menilai sanksi administratif yang dijatuhkan pemerintah desa belum cukup memberikan efek jera. “Kami mendorong agar kasus ini ditangani secara serius dan terbuka. Aparatur desa seharusnya menjadi teladan, bukan sebaliknya,” ujarnya menegaskan.
Kasus ini kini menjadi sorotan masyarakat Muntai Barat. Warga berharap proses hukum dapat berjalan adil, tanpa intervensi, dan berpihak pada kebenaran. “Korban sudah cukup menderita. Sekarang biarlah hukum yang menuntaskan, bukan opini publik,” tutup Azis.**