Taman Nasional

Selamatkan Tesso Nilo dari Kerusakan Ekologi

Selamatkan Tesso Nilo dari Kerusakan Ekologi
Selamatkan Tesso Nilo dari Kerusakan Ekologi

PEKANBARU - Areal Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) merupakan salah satu warisan kekayaan plasma nutfah yang sudah diakui nasional. Saat ini, kawasan yang sejatinya menjadi kebanggaan daerah sebagai kawaasan hijau semakin tersorot dengan aksi perambahan dan kerusakan lahan yang semakin mengkhawatirkan.

Aksi perambahan dan pengeksploitasian yang sudah berlangsung hingga bertahun-tahun itu menyebabkan kawasan TNTN perlu langkah nyata untuk perbaikan, Mulai dari penegakan hokum, pemetaan kawasan, penghijauan  hingga retorasi yang bertujuan mengembalikan fungsi ekologi hutan di alam.

Kekhwatiran tersebut melatar belakangi instansi terkait, baik lokal maupun nasional mencarikan solusi konkrit. Sehingga aksi peramnbahan yang sudah mengancam separuh dari kawasan hijau tersebut. Sehingga restorasi TNTN menjadi hal yang sangat mendesak, jika tidak ingin kekayaan sumberdaya alam di TNTN hanya menjadi kenangan di masa mendatang.  

Tesso Nilo merupakan warisan berharga di Riau. Pasalnya TNTN termasuk salah satu blok hutan dataran rendah yang masih tersisa di Pulau Sumatera. Kawasan ini terletak di Provinsi Riau dan terbentang di empat kabupaten yaitu Pelalawan, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi, dan Kampar.

Seluas 38. 576 Ha hutan Tesso Nilo yang terletak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu ditunjuk menjadi Taman Nasional Tesso Nilo pada 19 Juli 2004. Pada 19 Oktober 2009, taman nasional tersebut diperluas menjadi 83.068 Ha. Saat ini kawasan tersebut diprediksi lebih setengahnya yang sudah dirambah oknum-oknum perusak lingkungan.  

Keanekaragaman TNTN juga terlihat dari flora dan fauna yang terdapat di areal tersebut.  Blok hutan menjadi habitat gajah dan harimau Sumatera. Dua dari sembilan kantong yang tersisa di Riau yang masih tersisa di Riau berada di Tesso Nilo yaitu pada Taman Nasional Tesso Nilo dan kawasan sekitarnya. Dalam kurun waktu 25 tahun terakhir, Riau telah kehilangan lebih dari 4 juta ha hutan atau 65 persen tutupan hutannya telah hilang. Keadaan ini menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik manusia-gajah dan menyebabkan populasi gajah Sumatera semakin menurun.

Tingginya laju perambahan kawasan TNTN menjadi perhatian nasional. Menanggapi hal tersebut Direktur Eksekutif Walhi Riko mengatakan hal tersebut harus segera dicarikan langkah konkrit.  Dari fakta yang ditemukan, seolah-olah terjadi pembiaran oleh negara terkait kawasan yang dirambah oleh banyak orang. Kondisi ini tambahnya harus segera ditangani secara bijak dengan kebijakan yang pro lingkungan.

‘’Dalam konteks revitalisasi ekosisten Tesso Nilo, kita melihat perambahan sudah puluhan tahun. Nah,  dalam konteks saat ini kita melihat ada harapan ini diperbaiki. Seperti waktu keluarnya SK dari Menteri Kehutan dan Lingkungan Hidup terkait kawasan tersebut,’’ tuturnya.

Ia mengharapkan, langkah tegas yang dapat dilakukan adalah penegakan hukum untuk para cukong-cukong yang melakukan perambahan dalam skala besar. Terdapat kegiatan paralel antara penegakan hukum dan kegiatan restorasinya. Ini diperlukan untuk pemulihan ekoistem yang dirusak untuk masa lalu.

‘’Harapan kita harus ada penegakan hukum pada para cukong. Karena hasil pemantauan kita sebagian besar lahan sawit yang ditanam bukan dari  petani kecil, tapi dari cukong atau pemodal. Untuk itu Walhi menjadi bagian dari revitaslisasi ekosistem Tesso Nilo untuk upaya pemulihan disana,’’ tegasnya saat berbincang dengan wartawan, akhir pekan lalu.

Saat ditanyakan mengenai langkah konkrit yang sejatinya dilakukan untuk menyelamatkan kawasan TNTN, ia menilai hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa langkah nyata. Yang pertama yakni penegakan hukum yang tegas. Khususnya kepada pelaku intelektual yang telah merusak keseimbangan ekosistem di masa lalu. Sehingga ada aksi jera di masa depan.

‘’Wilayah taman nasional tidak boleh ada alih fungsi lahan kenapa dirambah. Untuk itu penegakan hukum dapat dilakukan untuk memberikan efek jera. Dalam penegakan ini, jangan sampai ada tebang pilih, harus dilakukan secara tegas untuk memberikan efek jera kepada perusak lingkungan,’’ imbuhnya.

Langkah konkrit yang ke dua tambah Riko adalah pemberian akses kelola untuk masyarakat adat, lokal dan petani kecil dengan diberikan akses. Sehingga tidak terjadi konflik HAM. Petani dapat diberikan akses melalui legalitas kehutanan sosial.

‘’Jadi memang revitalisasi Tesso Nilo, solusi yang dikeluarkan untuk menajawab permasalahan perambahan. Masyarakat yang sudah terlanjur melakukan merambah diberikan skema untuk akses pengelolaan hutan sosial. Tapi catatannya hanya untuk masyarakat kecil dan masyarakat tempatan. Kalau cukong tetap tidak dibenarkan untuk pengelolaan, karena itu kawasan hutan nasional,’’ terangnya.

Kemudian yang ketiga yang penting itu bagaimana restorasi dilakukan untuk pemulihan ekosistem. Untuk aksi restorasi ini dilakukan dengan tanaman jenis tanaman hutan yang menguntungkan ekonomi masyarakat.

‘’Kalau saya melihat waktunya untuk restorasi TNTN memang tidak singkat. Karena untuk konservasi penanaman pohon tidak bisa singkat. Namun, jika itu dilakukan secara berkelanjutan akan membantu dalam revitalisasi ekosistem TNTN,’’ urainya memaparkan.

Kemudian yang terakhir terang Riko adalah keterlibatan antara koordinasi pusat dan daerah dalam mewujudkan solusi ini. Karena selama ini kurang terlihat ada sinergitas dalam upaya penyelematan kawasan lindung tersebut. Khususnya pihak-pihak yang harus bertanggung jawab di kawasan nasional tersebut.

‘’Intinya instansi terkait dapat memberikan solusi tapi bagaimana menjamin amsyarakat agar tidak merambah lagi. Kami dari Walhi sudah lama turun, mendata dan melihat kawasan tersebut. Untuk itu perlu solusi untuk kawasan TNTN serta penegakan hukum yang tegas,’’ imbuhnya lagi.




sumber: riaupos.co



Berita Lainnya

Index