Kejari Inhu Kejar Pengembalian Dana Korupsi BPR Indra Arta Rp15 Miliar ke Kas Daerah

Kejari Inhu Kejar Pengembalian Dana Korupsi BPR Indra Arta Rp15 Miliar ke Kas Daerah
Tersangka korupsi BPR Indra Arta (foto: istimewa)

iniriau.com, INHU – Penyelidikan kasus dugaan korupsi di tubuh Perumda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indra Arta, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), terus berlanjut. Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhu memastikan seluruh uang hasil sitaan dari perkara tersebut akan dikembalikan ke kas daerah sebagai bentuk nyata pemulihan keuangan negara.

Langkah itu ditegaskan oleh Kepala Seksi Intelijen Kejari Inhu, Hamiko, yang mengatakan pihaknya tidak hanya berfokus pada pembuktian pidana, tetapi juga penyelamatan aset daerah yang selama ini dirugikan akibat praktik curang di tubuh BPR pelat merah tersebut.

“Setiap rupiah yang berhasil kami sita akan kami kembalikan ke kas daerah. Ini bukan sekadar penindakan hukum, tapi juga tanggung jawab moral untuk mengembalikan hak masyarakat,” ujarnya, Senin (13/10/2025).

Hingga kini, Kejari Inhu telah mengamankan uang pengembalian sebesar Rp1,08 miliar dari 17 nasabah. Uang itu sudah ditempatkan di rekening penampungan kejaksaan. Meski begitu, masih ada sekitar Rp14 miliar lagi yang menjadi target pemulihan dari total kerugian negara sebesar Rp15 miliar.

Menurut Hamiko, tim penyidik Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) juga tengah memeriksa 131 nasabah yang memiliki tunggakan pinjaman. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menelusuri potensi keterlibatan mereka dalam praktik korupsi yang dilakukan bersama pihak internal BPR Indra Arta.

“Kami tetap membuka ruang bagi nasabah untuk menunjukkan iktikad baik. Selama penyidikan berjalan, mereka masih bisa mengembalikan pinjaman tanpa harus berhadapan dengan proses hukum yang lebih berat,” kata Hamiko menambahkan.

Dari hasil penyidikan, Kejari Inhu telah menetapkan sembilan orang tersangka. Mereka adalah SA (Direktur BPR Indra Arta), AB (Pejabat Eksekutif Kredit), lima Account Officer masing-masing ZAL, KHD, SS, RRP, dan THP, serta RHS (Teller/Kasir) dan KH (debitur).

Kepala Seksi Pidsus Kejari Inhu, Leonard Sarimonang Simalongo, menyebut praktik penyimpangan tersebut berlangsung sejak 2014 hingga 2024. Modusnya bervariasi, mulai dari pemberian kredit tanpa prosedur, pencairan pinjaman menggunakan nama orang lain, hingga penarikan deposito tanpa izin nasabah.

“Ada debitur yang memakai nama orang lain untuk pinjaman pribadi, dan itu disetujui oleh pejabat bank. Sistem kontrol internal diabaikan. Ini praktik yang sudah berjalan lama,” ungkap Leonard.

Akibat ulah para pelaku, sebanyak 93 debitur kini masuk kategori kredit macet, sementara 75 debitur lainnya dinyatakan hapus buku. Total kerugian negara ditaksir mencapai Rp15 miliar.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tipikor.

“Kami ingin memastikan bahwa keuangan daerah benar-benar pulih, dan masyarakat tidak lagi dirugikan oleh praktik curang seperti ini,” tutup Leonard.**

#Hukrim

Index

Berita Lainnya

Index