iniriau.com, PEKANBARU - Puluhan massa melakukan aksi jahit mulut di gerbang samping Kantor Gubernur Riau, Selasa (28/11/23). Sedikitnya ada 30 warga yang tergabung dalam aksi jahit mulut terkait persoalan lahan 2500 di Desa Kota Garo Tapung Hilir, Kampar, Riau yang tak kunjung tuntas.
Para relawan jahit mulut sambil membentangkan spanduk "Kami hanya menunggu kebijakan Presiden RI Joko Widodo". Koordinator Aksi, Antoni Fitra mengatakan, aksi jahit mulut ini terkait konflik agraria yang dihadapi warga di areal seluas 2.500 ha di Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau dengan mafia tanah.
"Kami sangat berharap pak Gubernur untuk untuk mengambil sikap yang tegas dalam membela hak-hak masyarakat para korban mafia tanah tersebut," harapnya.
Massa aksi jahit mulut menyampaikan sejumlah tuntutan. Diantaranya meminta Gubernur menyurati Presiden RI untuk menurunkan perintah tugas kepada Satuan Tugas Tindak Pidana Pertanahan. Menangkap dan mengadili Mafia Tanah di areal 2.500 ha di Desa Kota Garo Kampar Provinsi Riau..
Kemudian membuat surat permohonan pelepasan Kawasan hutan dan Penerbitan Sertifikat Komunal di areal seluas 2.500 ha untuk Suku Sakai Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kampar kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau Mamun Murod, menjelaskan, bahwa kasus tersebut sudah beberapa kali dilakukan mediasi. Baik oleh Pemprov Riau, Pemkab Kampar dan Forkopimda Kampar. Namun belum menemui titik terang.
“Memang wilayah tersebut masuk dalam wilayah adat suku Sakai, Kampar. Menurut pandangan saya, itu kawasan hutan yang sekarang ada pihak yang mengelolanya," ujar Mamun Murod, Selasa (28/11/23), usai mendapatkan informasi demo masyarakat Kota Garo.
"Kalaupun mereka merasa keberatan, meskipun pemilik kebun itu sekarang sudah masuk kedalam data informasi di KLHK, tetapi itu tidak serta merta kepemilikan mereka. Tetap kalau ada keberatan disampaikan ke Kemen LHK,” tambahnya.
Dijelaskan Murod, terkait dengan lahan seluas 2.500 Ha yang dikuasai oleh pihak pengelola, ia menyarankan agar masyarakat menyampaikan ke Kemen LHK. Sebab semua kewenangan terkait dengan lahan perhutanan, ada di pemerintah pusat. Pemerintah pusat nanti akan melakukan verifikasi, dan kewenangan tidak ada di daerah.
“Hari ini kan semua kewenangan itu tidak ada di daerah, semua kewenangan ada di KLHK. Jadi saya punya langkah agar berkoordinasilah dengan KLHK. Sesuai dengan PP 24 tahun 2021, itu urusan kebun di dalam kawasan dan juga mengenai perhutanan sosial menjadi kewenangan KLHK. Kalau mereka merasa yakin silahkan ke KLHK, mereka melakukan semua ini supaya mendapat perhatian dari Presiden,” jelas Murod.
Lahan seluas 2500 di Desa Kota Garo Tapung Hilir, Kampar tersebut sudah dikuasai oleh pengusaha sawit selama 27 tahun. Masyarakat asli tempatan yang berada di lingkungan lahan tersebut, sama sekali tidak bisa memiliki lahan, dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Karena itu ratusan masyarakat menggelar aksi demo ini, agar sengketa lahan ini bisa diselesaikan. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan hasil dari lahan yang di diduga dirampas oleh pengusaha sawit.**