Mimpi Penjual Lontong Ini pun Terwujud, Dua Anaknya kini Jadi Sarjana

Mimpi Penjual Lontong Ini pun Terwujud, Dua Anaknya kini Jadi Sarjana
Warung Saparan pagi Apriyenti (foto:Nur)

Iniriau.com, PEKANBARU - Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Terutama masalah pendidikan. Begitu juga dengan Apriyenti, janda tiga orang anak warga Kelurahan Sialang Munggu Kecamatan Tuah Madani Pekanbaru, Riau ini rela banting tulang agar tiga anaknya mendapatkan pendidikan yang layak hingga keperguruan tinggi.

Wanita kelahiran tahun 1974 ini merupakan salah satu perempuan yang tangguh. Kegigihannya untuk menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi akhirnya membuahkan hasil. Padahal ia hanya ibu tunggal yang sehari-hari jualan sarapan pagi dirumahnya. Ia menjual lotek, lontong hingga bakso kuah. Hal ini dilakukannya hanya untuk satu tujuan agar anaknya bisa menjadi sarjana dan memiliki pendidikan layaknya anak yang lainnya. Kini dua dari tiga buah hatinya dengan almarhum suaminya Suparman saat ini telah menjadi sarjana.

Menurut Apriyenti, yang sudah sepenuhnya menyandang title sarjana adalah anak pertamanya Ilham Wahyudi. Anak sulungnya itu merupakan sarjana hukum Universitas Lancang Kuning dan tamat tahun 2021 lalu. Sementara anak keduanya yaitu Julian Dwi Putri baru saja selesai sidang di fakultas Agama, Universitas Islam Riau. Putri tunggalnya ini baru akan diwisuda tahun 2023 mendatang. Meski belum diwisuda, ia mengaku sudah lega karena tahapan tersulit yaitu penulisan skripsi putrinya itu sudah terlewati.Sedangkan anak ketiganya baru akan duduk di bangku SMA.

"Alhamdulillah sudah selesai sidang. Masa-masa sulit sudah terlewati, meskipun isi kedai habis," ucapnya nanar melihat warungnya yang sudah sepi.

Warung milik Apriyenti memang terlihat tidak seperti biasanya. Sebelumnya selain menyediakan aneka menu sarapan, warungnya juga menjual berbagai kebutuhan harian. Namun kini kebutuhan harian tidak lagi tersedia di warungnya itu karena modalnya terpakai untuk kebutuhan sehari-hari.

" Biaya untuk menulis skripsi anak saya yang kedua cukup besar. Sehari habis Rp75.000. Belum lagi keperkuan lainnya, sehingga modal warung terkuras," ujarnya lesu.

Apriyenti mengaku kehidupan terasa makin sulit setelah kepergian suaminya Suparman satu tahun delapan lalu. Meskipun dia terbiasa mencari nafkah membantu suami, namun saat sang kepala keluarga pergi untuk selama-lamanya membuat ia rapuh.

"Sejak ayah anak-anak meninggal dunia, saya merasa segala beban hidup tertumpu pada saya. Dulu ada tempat berbagi, tapi sekarang segala persoalan saya selesaikan sendiri. Mau merepotkan keluarga yang kuga tidak mungkin. Mereka memiliki masalah sendiri  Apalagi  beliau pergi dimasa-masa sedang berjuang. Saat itu anak pertama saya baru akan wisuda, dan yang kedua masih kuliah. Namun saya telah bertekad untuk menghantarkan anak-anak saya ke jenjang pendidikan yang lebih baik, Alhamdulillah dengan doa dan usaha  akhirnya terwujud," ungkap Apriyenti.

Apriyenti mengaku beratnya perjuangan hidup sering membuatnya menitikkan air mata. Namun melihat anak-anaknya juga ikut berjuang mencapai cita-citanya membuat sedihnya menjadi semangat. Bahkan anak gadisnya rela berjualan gorengan dipasar dan ditawarkan ke toko-toko, agar bisa menghasilkan uang untuk biaya menulis skripsi.

' Waktu sebelum puasa lalu, saya dan anak perempuan saya bahkan berjualan gorengan di pasar pagi Arengka.Karena jualan sambal masak di warung ini sulit karena bahan-bahan mahal. Jadi kami jualan  gorengan yang ditawarkan ke pedagang-pedagang dan warga yang berbelanja. Alhamdulillah hasilnya bisa menambah penghasilan kami dan membantu biaya penulisan skripsi anak saya," ceritanya lagi.

Namun saat ini masa-masa sulit itu sudah dilewati Apriyenti dan anak-anaknya. Ia hanya berharap agar anaknya kelak menjadi manusia yang berguna bagi agama dan negara.**

Berita Lainnya

Index