Wasit Hingga Pemain Terbukti jadi Penjahat Sepakbola Indonesia

Wasit Hingga Pemain Terbukti jadi Penjahat Sepakbola Indonesia

Iniriau.com - Skandal pengaturan skor seakan menjadi hantu buat sepakbola Indonesia. Yang lebih miris, pihak-pihak yang seharusnya melindungi sepakbola tanah air, justru malah menjadi bagian dari virus sepakbola yang bernama match fixing.

Pengaturan skor atau match fixing sebenarnya bukan yang pertama terjadi di Indonesia. Sekitar tahun 1998, ada kasus pengaturan skor yang terjadi di Indonesia. Saat itu, ada instrumen pertandingan bernama wasit yang terlibat.

Saat itu, ada wasit berlisensi FIFA, Jafar Umar, yang terlibat dalam kasus match fixing. Jafar yang seharusnya bisa menjadi pengadil yang baik justru malah memperkosa sportivitas dalam sepakbola. 

PSSI yang saat itu dipimpin oleh Letjen TNI (Purn) Azwar Anas, langsung bertindak dengan membentuk tim pencari fakta. Hasilnya, Jafar pun disanksi seumur hidup tak boleh lagi terlibat dalam sepakbola Indonesia.

Kini, kejadian itu terulang lagi. Mirisnya, di kasus yang terkuak sejak Desember 2018 lalu ini tak cuma wasit yang terlibat. Tapi, ada juga anggota PSSI, induk sepakbola tertinggi sekaligus rumah sepakbola Indonesia, yang justru terbukti menjadi penjahat sepakbola itu sendiri.

 

Adalah pertandingan Liga 3 yang mempertemukan Persibara Banjarnegara melawan Persekabpas Pasuruan, menjadi gerbang bagi aparat kepolisian untuk membongkar skandal kejahatan yang bisa menghancurkan masa depan sepakbola Indonesia.

16 Oktober

Stadion Soemitro Kolopaking di Banjarnegara adalah saksi pertandingan tak sportif yang mempertemukan tuan rumah Persibara melawan Persekabpas Pasuruan, dalam laga leg 2 babak 2 Zona Jawa Liga 3 2018.

Pertandingan saat itu dipimpin oleh wasit Nurul Safarid. Di sisi lain, Persibara secara agregat tertinggal 2-3 dari Persekabpas. 

Di akhir pertandingan, Persibara berhasil memenangkan pertandingan dengan skor akhir 3-0. Akan tetapi, Persekabpas yang merasa dicurangi protes. Persekabpas tak terima dengan hasil yang dirasa tak layak diterima. (irc/viva)

Berita Lainnya

Index