TAUD: Penangkapan Khariq Anhar Kriminalisasi Kebebasan Berekspresi

TAUD: Penangkapan Khariq Anhar Kriminalisasi Kebebasan Berekspresi
Khariq Anhar (foto:net)

iniriau.com, Jakarta – Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) mengecam keras penangkapan paksa terhadap Khariq Anhar, Ketua Ketua BEM Fakultas Pertanian Universitas Riau, oleh aparat kepolisian di Bandara Soekarno-Hatta. Penangkapan yang dilakukan tanpa surat perintah resmi, disertai penyitaan telepon genggam dan tindak kekerasan fisik, dinilai sebagai tindakan sewenang-wenang. Hingga kini, Khariq masih ditahan dan diperiksa di Subdit IV Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.

TAUD menegaskan bahwa proses hukum yang menjerat Khariq adalah bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat. Kritik yang ia sampaikan melalui media sosial merupakan ekspresi politik yang sah, dijamin oleh UUD 1945 dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Karena itu, tindakan aparat kepolisian dalam mempidanakan Khariq Anhar merupakan pelanggaran hak asasi manusia. “Kami melihat penangkapan Khariq sebagai cara membungkam kritik publik. Aparat menjadikan UU ITE sebagai alat represif, padahal itu hak konstitusional warga negara,” kata Fadhil Alfathan dari LBH Jakarta, salah satu kuasa hukum Khariq.

TAUD juga menilai serangkaian pelanggaran hukum acara telah terjadi dalam kasus ini. Penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, penetapan tersangka tidak melalui prosedur sah, akses terhadap bantuan hukum dibatasi, sementara penyitaan ponsel dan penggeledahan dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas. Bagi TAUD, tindakan semacam ini mencerminkan penyalahgunaan kewenangan yang bertentangan dengan KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi.

Selain itu, TAUD menyoroti sikap penyidik yang memaksa pemeriksaan terhadap Khariq meski dokumen administrasi penyidikan tidak pernah ditunjukkan. Langkah ini dianggap melanggar prinsip praduga tak bersalah dan menunjukkan bahwa penyidik tidak hati-hati dalam menjalankan hukum acara pidana. “Cara-cara semacam ini membuktikan hukum diterapkan secara serampangan, bukan berdasarkan aturan,” lanjut Fadhil.

Lebih jauh, TAUD menilai penggunaan pasal-pasal dalam UU ITE secara serampangan untuk menjerat mahasiswa dan pegiat sosial merupakan pola berulang yang berbahaya. Pasal-pasal tersebut kerap digunakan tanpa memenuhi unsur tindak pidana yang dituduhkan, sehingga substansinya lemah dan cenderung digunakan hanya untuk membungkam kritik. Menurut TAUD, praktik ini memperburuk kualitas demokrasi dan menutup ruang kebebasan berekspresi di ruang publik.

Atas dasar itu, TAUD mendesak Kapolda Metro Jaya segera menghentikan penyidikan terhadap Khariq. Mereka juga meminta Komnas HAM, Ombudsman RI, dan LPSK untuk segera turun tangan memantau proses hukum yang dinilai sarat pelanggaran hak asasi manusia. “Alih-alih meredakan situasi, aparat justru memperburuk keadaan. Jika pola kriminalisasi ini terus dibiarkan, publik akan semakin kuat mendesak reformasi struktural Polri,” tutup Fadhil.**

#Hukrim

Index

Berita Lainnya

Index