iniriau.com, SIAK — Bupati Siak, Dr. Afni Z, M.Si, akhirnya memberikan tanggapan resmi terkait dinamika yang berkembang pasca konflik di areal konsesi PT Satria Sakti Lestari (SSL) di Kampung Tumang. Ia menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Siak tidak gegabah dalam menyikapi situasi tersebut, serta memastikan seluruh langkah yang diambil sesuai dengan aturan dan tanggung jawab konstitusional.
Afni menyebut telah berkomunikasi langsung dengan Kapolda Riau dan Direktur Reskrimum Kombes Asep. Keduanya menyatakan bahwa terdapat informasi yang tersaji tidak sesuai dengan maksud sebenarnya.
“Alhamdulillah, kami tetap solid untuk menjaga suasana kondusif pasca kerusuhan di PT SSL beberapa waktu lalu,” ujar Bupati Siak Afni, Selasa (24/6/2025).
Afni menegaskan dirinya akan terus istiqomah bekerja berdasarkan sumpah jabatan sebagai pemimpin Kabupaten Siak.
“Saya tidak gegabah membela pihak mana pun. Kami wajib menjaga Siak dan seisinya, tentu sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” ujar mantan akademisi dan aktivis lingkungan ini.
Ia juga menambahkan bahwa selama lebih dari satu dekade dirinya bersama aktivis lain telah terlibat dalam penyelesaian berbagai konflik lahan di dalam dan sekitar kawasan hutan di banyak wilayah Indonesia.
“Kami bisa membedakan mana rakyat kecil, mana cukong murni, dan mana cukong berizin. Saya tidak punya hutang dengan cukong manapun, hanya kepada Allah dan rakyat Siak,” tegasnya.
Afni menjelaskan bahwa persoalan yang terjadi di lokasi PT SSL saat ini harus dibedakan menjadi dua bagian
Kasus kerusuhan yang berujung pengrusakan dan pembakaran adalah murni ranah hukum dan menjadi wewenang aparat penegak hukum.
Sengketa lahan antara masyarakat dan PT SSL merupakan ranah administratif yang saat ini difasilitasi oleh Pemkab Siak sebagai mediator, sesuai kesepakatan bersama yang ditandatangani dan akan dibahas dalam satu bulan ke depan.
“Kami mengecam tindakan anarkis dan mendukung penuh proses hukum. Tapi di sisi lain, kami juga wajib melindungi petani sawit kecil yang memiliki hak di dalam kawasan hutan produksi,” ungkapnya.
Bupati juga menyoroti pola kerja PT SSL yang dinilai tidak berkoordinasi saat memperluas penanaman akasia, bahkan disebut-sebut menumbangkan tanaman sawit milik warga secara diam-diam.
“Kalau semua perusahaan bertindak sepihak di wilayah konflik tanpa koordinasi dengan pemerintah daerah, apa jadinya Siak kami?” tegasnya.
Afni mengingatkan bahwa meskipun PT SSL memegang izin dari pemerintah pusat, lokasi operasinya berada di kawasan hutan produksi yang telah lama berkonflik dengan masyarakat lokal.
“Siak adalah negeri bertuan. Perusahaan seharusnya menghormati tuan rumah, terlebih saat beraktivitas di wilayah yang sensitif secara sosial dan ekologis,” ujarnya.
Ia menyebut, wilayah konsesi HTI di Siak justru lebih luas dibandingkan kawasan APL yang dihuni hampir setengah juta jiwa penduduk. Kondisi ini menimbulkan ketegangan ruang hidup antara kepentingan rakyat dan korporasi.
“Puluhan desa di Siak masih berada di dalam atau sekitar kawasan hutan produksi. Kami sedang berjuang agar rakyat kecil mendapatkan keadilan ekologis, tanpa mengganggu kepentingan bisnis,” kata Afni.
Sebagai penutup, Afni berharap konflik yang terjadi di Tumang menjadi pelajaran penting bagi semua pihak.
“Cukuplah konflik ini jadi pembelajaran. Siak harus kita jaga bersama. Jangan diplintir ke mana-mana, karena kami sedang bekerja,” tutupnya.**