Kelakuan Menjadi -jadi, Saatnya Penegak Hukum Bertindak Tegas

Kelakuan Menjadi -jadi, Saatnya Penegak Hukum Bertindak Tegas
Azmi bin Rozali (foto:net)

Oleh: Azmi bin Rozali

DI TENGAH kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang semakin kompleks, keberadaan perusahaan pemberi kredit swasta seharusnya menjadi solusi, bukan sumber keresahan.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Di Kota Pekanbaru, keluhan terhadap tindakan tidak manusiawi para debt collector semakin marak terdengar. Mereka bertindak seolah-olah kebal hukum, mengintimidasi warga yang terlambat membayar cicilan, hingga tak jarang menggunakan kekerasan fisik dan psikis.

Kasus demi kasus mencuat ke publik, mulai dari penyitaan sepihak tanpa proses hukum, hingga pengancaman yang membuat warga merasa tidak aman di rumah sendiri.

Cara-cara kasar dan premanisme seperti ini adalah bentuk nyata pelanggaran hak asasi manusia. Utang memang harus dibayar, tapi tidak dengan mengorbankan martabat dan keselamatan warga.

Kita tidak bisa terus membiarkan praktik seperti ini berlangsung. Pertanyaannya: di mana negara? Di mana peran aparat penegak hukum?

Sudah seharusnya kepolisian dan instansi terkait bersikap tegas. Tindakan intimidatif dari para debt collector jelas melanggar hukum pidana, termasuk pasal tentang perbuatan tidak menyenangkan, pengancaman, dan perampasan.

Perusahaan pembiayaan yang mempekerjakan oknum-oknum ini pun harus ikut dimintai pertanggungjawaban. Jangan hanya yang di lapangan yang ditangkap, sementara korporasi yang menjadi aktor intelektualnya bebas beroperasi seolah tak bersalah.

Lebih dari itu, pemerintah daerah juga harus mengambil langkah strategis. Dibutuhkan regulasi lokal dan sistem pengaduan masyarakat yang kuat agar warga berani melapor tanpa takut dibalas. Sosialisasi hak-hak debitur pun harus digalakkan—masyarakat berhak tahu bahwa penyitaan harus dilakukan dengan surat resmi dan prosedur hukum, bukan ancaman.

Sikap diam dari negara atas praktik debt collector yang brutal sama saja dengan merestui kekerasan terhadap rakyatnya sendiri. Bila dibiarkan, kita sedang menciptakan negara dalam negara: kekuasaan informal yang mengatur dengan ketakutan, bukan hukum.

Saatnya penegak hukum bertindak. Tidak cukup hanya memberi peringatan. Harus ada penindakan nyata, pemutusan izin operasional perusahaan yang melanggar, dan perlindungan hukum bagi rakyat yang menjadi korban.

Negara tidak boleh tunduk pada tekanan para pemilik modal yang memakai cara-cara kotor untuk menagih utang. Keadilan dan kemanusiaan harus tetap menjadi prinsip utama. Sebab dalam masyarakat yang beradab, utang pun harus ditagih dengan cara yang bermartabat. **

Penulis adalah coach dan trainer nasional, pernah tiga periode menjabat anggota DPRD kabupaten Bengkalis.

#Pemerintahan

Index

Berita Lainnya

Index