Dukung Putusan MK, Komisi Kejaksaan Harapkan Jaksa Agung dari Jaksa Karir

Dukung Putusan MK, Komisi Kejaksaan Harapkan Jaksa Agung dari Jaksa Karir
Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Prof. Pujiyono Suwandi (foto: istimewa)

iniriau.com,JAKARTA - Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Prof. Pujiyono Suwandi mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi  No.6/PUU-XXII/2024. Bahwa Jaksa Agung bukan berasal dari pengurus partai politik. Kecuali telah berhenti sekurang-kurangnya lima tahun sebelum diangkat jadi Jaksa Agung,  memberikan norma baru  dalam Undang-Undang tentang Kejaksaan. Khususnya untuk pengangkatan Jaksa Agung.

"Saya amat sangat setuju. Pengurus partai politik tidak boleh jadi Jaksa Agung," kata Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiono Suwandi kepada wartawan, Jumat (1/3/2024).

Dia menilai, dalam memilih Jaksa Agung harus figur yang berintegritas dan memiliki kapasitas, paham teknis hukum, dan bebas dari konflik kepentingan.

"Konstruksi hukum yang dibuat oleh hakim MK itu menganut positif legislator dan negatif legislator. Putusan MK terbaru adalah positif legislator, dan itu memberikan norma baru, yaitu menambah persyaratan di pasal 20 UU kejaksaan soal pelibatan, tidak terlibat di parpol dan kalau terlibat di parpol harus mundur selambatnya lima tahun," katanya.

Pujiono menyambut positif putusan MK. Dia menyebut hukum sudah seharusnya bersih dari unsur-unsur politik hingga hukum bisa dijalankan sesuai koridornya.

"Nah itu positif menurut saya. Karena penindakan hukum harus steril dari anasir-anasir politik, jadi harus steril. Penegakan hukum itu harus di koridor hukum, kalau anasir politik ikut, hukum tidak jadi panglima, hukum akan berada di bawah politik. Jadi memang harus dibebaskan dalam politik, keterlibatan dalam pengurus partai politik," ucapnya.

Lebih lanjut, Pujiyono mengusulkan agar jabatan Jaksa Agung nantinya diambil dari jaksa karir. Menurutnya, Kejaksaan Agung memiliki banyak stok jaksa yang profesional dan berintegritas.

"Justru jaksa karir kita itu orangnya pintar-pintar, jadi stok jaksa berintegritas profesional di Kejaksaan sangat banyak dan mereka sudah melalui proses penjenjangan karier yang bertingkat. Sehingga kemudian ketika jaksa karier sudah pada level tertentu siap jadi Jaksa Agung," katanya.

Dia mengaku menyayangkan hal tersebut tidak dimasukkan dalam putusan MK. Padahal, hal itu mestinya ikut dimasukkan mengingat pemohon uji materi merupakan seorang jaksa karier.

"Menurut saya agak kurang berani MK ini harus memang MK membuat aja sekalian berdasarkan penegakan hukum yang bersistem, harus konsisten, maka Jaksa Agung harus dari dalam, jaksa karir menurut saya,"ujar guru besar Universitas Sebelas Maret ini.**

#Nasional

Index

Berita Lainnya

Index