Oleh: Zulkarnain Kadir, Pemerhati Masalah Kebijakan Publik
KRITIK terhadap pola kerja dan cara berpikir birokrasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau kembali mengemuka. Sejumlah pemerhati kebijakan publik menilai bahwa hingga kini, banyak pejabat dan ASN di Riau masih terjebak dalam pola pikir lama berbasis Input, Proses, Output (IPO) yang dianggap sudah tidak relevan dengan tuntutan tata kelola modern.
Model IPO ini disamakan dengan pola hidup sehari-hari: makan, kenyang, lalu selesai. Birokrasi hanya mengeksekusi kegiatan, bukan mengejar hasil atau perubahan yang dirasakan publik.
“Banyak program hanya berhenti di output. Ada kegiatan, ada laporan, anggaran terserap selesai. Padahal dunia sudah berjalan jauh lebih maju,”
Dunia Sudah Bergerak ke 9 Langkah..
Para pemerhati menyebut bahwa standar modern pemerintahan kini menggunakan 9 tahapan kinerja, yakni:
1. Input
2. Proses
3. Output
4. Outcome
5. Benefit
6. Impact
7. Sustainable
8. Derivative
9. Residue
Kerangka ini digunakan lembaga internasional seperti UNDP, Bank Dunia, hingga lembaga-lembaga pemerintah di negara maju. Tujuannya agar setiap program pemerintah tidak hanya menghabiskan anggaran, tetapi menghasilkan manfaat yang nyata dan berkelanjutan.
“Kalau pemerintah hanya fokus pada output, itu sama saja seperti mengejar rutinitas. Yang kita butuhkan adalah perubahan yang bisa diukur dan dirasakan masyarakat,”
Program Banyak, Dampak Minim: Masalah Lama yang Belum Selesai.
Selama ini, publik di Riau sering mengeluhkan bahwa:
Kegiatan pemerintah berjalan, tetapi manfaatnya minim..
Anggaran terserap, tetapi tidak mengubah kondisi masyarakat..
Banyak proyek tidak berkelanjutan
Hasil pembangunan tidak signifikan terhadap kesejahteraan rakyat
Kritik tersebut diperkuat dengan sejumlah contoh proyek yang selesai secara administrasi, namun gagal memberikan outcome maupun impact seperti yang dijanjikan di awal perencanaan..
“Ketika program hanya mengejar laporan, bukan manfaat, hasilnya pasti dangkal. Ini yang terjadi di banyak OPD,”
Pola 9 Langkah Dinilai Bisa menekan Pemborosan dan Korupsi
Selain meningkatkan efektivitas pembangunan, pola 9 Langkah juga dinilai mampu menekan pemborosan anggaran, bahkan menutup ruang untuk praktik korupsi. Pemerintah dipaksa tidak hanya mengeksekusi kegiatan, tetapi juga mempertanggungjawabkan manfaat, dampak jangka panjang, hingga residu atau efek samping yang muncul dari setiap program.
“Jika hanya output yang diukur, permainan anggaran lebih mudah terjadi. Tapi kalau outcome,benefit,impact wajib dipenuhi, penyimpangan akan terlihat jelas,”
Riau Diminta Berani Naik Kelas
Dorongan publik agar Pemerintah Provinsi Riau beralih dari pola pikir IPO ke pola 9 Langkah semakin kuat. Transformasi cara berpikir ini dinilai penting agar Riau tidak tertinggal dalam kompetisi regional maupun nasional, terutama dalam hal inovasi, pembangunan berkelanjutan, dan pengelolaan anggaran yang kredibel.
“Riau ini kaya, potensinya besar. Yang kurang itu cara berpikir birokrasi. Sudah waktunya berani naik kelas. Dunia sudah berubah, kita tidak bisa tetap memakai pola lama,”
Sejumlah pihak berharap gubernur, DPRD, serta kepala OPD dapat mengambil momentum perubahan ini sebagai fondasi untuk membangun tata kelola pemerintahan yang lebih modern, terukur, dan berpihak pada rakyat dan kedepan tidak terjadi lagi kepala daerah dll di ott karena korupsi , depisit sampai 3,5 triliun, utang kegiatan ke para pihak sangat banyak , program loncat sana loncat sini tidak fokus.**