iniriau.com, JAKARTA — Polemik tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, memasuki babak baru. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan pendekatan adat akan menjadi salah satu opsi penyelesaian konflik pertambangan yang mencuat di wilayah konservasi tersebut.
"Kita perlu mengedepankan kearifan lokal. Pendekatan adat Papua bisa menjadi jalan tengah," kata Bahlil usai rapat koordinasi, Kamis (12/6/2025), dikutip dari Tribunnews.com.
Bahlil juga menyebut pihaknya telah mengirim tim ke lapangan untuk memastikan aktivitas tambang tidak menyalahi aturan dan tidak merugikan masyarakat adat.
“Kami tak tinggal diam. Pemerintah sudah kirim tim sejak awal tahun untuk cek langsung kondisi tambang,” tegasnya.
Tak hanya itu, Bahlil menyebut langkah ini juga selaras dengan amanat Peraturan Presiden (Perpres) tentang Satuan Tugas Penataan Lingkungan yang mulai berlaku sejak Januari 2025.
“Penataan lahan dan reklamasi tambang itu sudah jadi mandat Satgas. Kita jalankan sesuai aturan,” imbuh Bahlil.
Sementara itu, Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri tengah menyelidiki indikasi tindak pidana dalam aktivitas tambang nikel Raja Ampat. Brigjen Nunung Syaifuddin mengungkapkan penyelidikan dimulai dari hasil temuan di lapangan.
“Ada indikasi pelanggaran yang sedang kami dalami. Proses ini masih berlangsung,” ungkap Brigjen Nunung, seperti dilansir Kompas TV.
Meski belum merinci bentuk dugaan pelanggaran, Brigjen Nunung menyoroti pentingnya kewajiban reklamasi yang harus dilakukan pengusaha tambang.
“Kerusakan lingkungan pasti ada. Karena itu, reklamasi jadi kewajiban. Bukan pilihan,” tandasnya.
Jika kamu ingin versi dengan sudut pandang lingkungan, hukum, atau masyarakat adat lebih kuat, beri tahu saja. Saya bisa sesuaikan lagi.**