iniriau.com, JAKARTA - Batas usia maksimal yang sering tertera dalam lowongan kerja, seperti 25 tahun atau 30 tahun, selama ini jadi batu sandungan bagi banyak pencari kerja. Namun, perubahan besar tengah disiapkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) demi mengakhiri praktik diskriminatif semacam itu.
Pemerintah berencana menghapus syarat usia dari rekrutmen tenaga kerja melalui dua langkah strategis, revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta penyusunan aturan teknis turunannya.
“Kami sedang merancang payung hukum baru agar proses rekrutmen tidak lagi meminggirkan orang hanya karena usia,” ujar Darmawansyah, Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, saat ditemui media, Selasa (13/5).
Ia menjelaskan bahwa timnya saat ini sedang mengkaji ulang UU Ketenagakerjaan sebagai dasar perubahan. Walau belum merinci isi revisi, ia menegaskan bahwa seluruh pemangku kepentingan akan dilibatkan dalam proses penyusunannya, termasuk kalangan pengusaha dan buruh.
Langkah kedua adalah menyusun peraturan pelaksana yang akan menindaklanjuti UU baru. Regulasi ini akan mengatur secara rinci teknis pelaksanaan rekrutmen agar lebih inklusif dan adil.
“Ketika undang-undang barunya selesai, kami pastikan aturan pelaksanaannya sejalan dengan semangat antisdiskriminasi,” tambah Darmawansyah.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, juga menaruh perhatian khusus terhadap isu ini. Ia menilai diskriminasi usia telah menutup peluang kerja bagi banyak orang yang sebenarnya masih produktif dan berkompeten.
“Sudah saatnya semua warga punya akses kerja yang setara, tanpa dibatasi label usia,” katanya dalam pertemuan di Jakarta Selatan, Kamis (8/5).
Isu ini pernah diuji di Mahkamah Konstitusi pada 2024 lalu. Pasal 35 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menjadi objek gugatan dinilai membuka celah diskriminasi oleh sebagian pihak. Namun, MK menolak permohonan tersebut, menyatakan bahwa batas usia tidak tergolong diskriminatif menurut undang-undang yang berlaku.
Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan bahwa diskriminasi dalam hukum didefinisikan sebagai perlakuan berbeda berdasarkan hal-hal seperti agama, ras, jenis kelamin, dan pandangan politik, bukan usia, pengalaman, atau latar pendidikan.
Namun suara berbeda datang dari hakim M Guntur Hamzah. Dalam dissenting opinion-nya, Guntur menyebut pasal tersebut berpotensi disalahgunakan oleh pemberi kerja dan seharusnya diberi batasan lebih jelas. Ia mengusulkan agar larangan eksplisit terhadap syarat usia dan kriteria fisik dimasukkan dalam undang-undang, kecuali jika ditentukan secara khusus oleh regulasi.
“Secara normatif, pasalnya terlihat sah. Tapi dari sisi keadilan sosial, ini rawan bias dan perlu diluruskan,” tegas Guntur.
Dengan upaya reformasi regulasi ini, Kemnaker menunjukkan niat kuat untuk membuka lebih banyak ruang bagi semua kalangan di dunia kerja, tanpa sekat diskriminatif atas dasar usia.**