UU BUMN 2025 Dinilai Berpotensi Legalkan Korupsi, Akademisi Soroti Ancaman Impunitas

UU BUMN 2025 Dinilai Berpotensi Legalkan Korupsi, Akademisi Soroti Ancaman Impunitas
Feri Amsari, aktivis hukum dari Themis Indonesia (foto:net)

iniriau.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW), Themis Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan keprihatinan mendalam atas disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN). Ketiga lembaga ini menilai bahwa regulasi baru tersebut tidak hanya membuka celah bagi praktik korupsi di tubuh BUMN, tetapi juga bisa melumpuhkan kemampuan aparat penegak hukum dalam menindaklanjutinya.

Sorotan utama tertuju pada dua pasal kontroversial. Pasal 4B menyatakan bahwa kerugian keuangan BUMN bukan lagi tergolong sebagai kerugian negara. Sementara Pasal 9G mengecualikan Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN dari kategori penyelenggara negara. Kedua ketentuan ini dinilai berpotensi menghapus landasan hukum penting dalam menjerat pelaku korupsi di lingkungan BUMN.

Menurut data ICW, sepanjang 2016 hingga 2023, terdapat 212 kasus korupsi di BUMN yang berhasil diusut oleh aparat penegak hukum. Dari kasus-kasus tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp64 triliun. Tak kurang dari 349 pejabat BUMN telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk 84 orang di level direksi, 124 dari jajaran manajerial menengah, dan 129 pegawai.

ICW memperingatkan bahwa setelah berlakunya UU BUMN, aparat penegak hukum akan kesulitan membuktikan unsur kerugian negara dalam kasus korupsi BUMN. Hal ini dinilai mengancam efektivitas penegakan hukum dan membuka ruang impunitas.

Feri Amsari, aktivis hukum dari Themis Indonesia, menyatakan bahwa BUMN selama ini memainkan peran sentral dalam pengelolaan sektor-sektor strategis seperti pertambangan, minyak dan gas, perkebunan, hingga farmasi dan alat kesehatan. Ia menegaskan bahwa kekuasaan besar yang diberikan negara kepada BUMN seharusnya diimbangi dengan pengawasan yang ketat.

“Regulasi ini memberi keistimewaan pada BUMN dalam mengelola sumber daya negara, tapi malah mencabut tanggung jawab hukumnya. Ini seperti menyerahkan kekayaan rakyat kepada segelintir elit tanpa pagar hukum yang jelas,” ujar Feri Amsari, Selasa (13/5/2025).

Feri juga menyoroti inkonsistensi UU BUMN terhadap peraturan perundang-undangan sebelumnya, khususnya UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Ia menilai bahwa UU BUMN secara sepihak menghapus status penyelenggara negara dari pejabat BUMN, meski sebelumnya telah diakui dalam penjelasan pasal UU 28/1999.

Ia menambahkan bahwa revisi ini disusun tanpa partisipasi publik yang memadai. "Dan jika Mahkamah Konstitusi tidak segera membatalkannya, “maka kita hanya tinggal menunggu kerusakan sistemik yang lebih dalam akibat lemahnya akuntabilitas dalam pengelolaan BUMN," ucapnya.**
 

#Nasional

Index

Berita Lainnya

Index