Iniriau.com, Pekanbaru - Komisi IV DPRD Pekanbaru menggelar rapat perdana bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pekanbaru, Selasa (10/12). Agenda rapat membahas kali ini, terkait pengelolaan sampah di tahun 2025.
Rapat dipimpin langsung Ketua Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru Rois S Ag didampingi anggota lainnya Ir Nofrizal MM, Achmad Faisal Reza, Faisal Islami, Hamdani MS SIP, Pangkat Purba, Zulkardi dan Zulfan Hafiz ST. Hadir dalam rapat Plt Kadis LHK Kota Pekanbaru Reza Pahlevi.
Pengangkutan sampah diputuskan tetap menggunakan pihak ketiga di tahun 2025 mengingat kerja sama dengan PT Bina Riau Sejahtera (BRS) selaku pihak ketiga akan berakhir pada 31 Desember 2024.
Perusahaan pemenang lelang di tahun depan ini nantinya hanya bekerja mengangkut sampah selama 6 bulan.
"Berdasarkan pemaparan Plt Kadis LHK, di tahun 2024 itu sekitar Rp58 Miliar. Sedangkan di tahun 2025 akan dilelang juga sekitar 6 bulan dengan nilai sebesar Rp30 Miliar. Untuk zonanya tetap, dua zona dipegang pihak ketiga dan satu zona dikelola langsung DLHK," kata Anggota Komisi IV DPRD Pekanbaru Zulkardi.
Dikatakan Zulkardi, ada beberapa catatan khusus dan permintaan dari Komisi IV DPRD Pekanbaru dalam rapat. Salah satunya, merekomendasikan bagaimana pengangkutan sampah di Kota Pekanbaru dilakukan secara swakelola seperti zaman kepemimpinan Herman Abdullah saat menjabat sebagai Walikota Pekanbaru yang sukses mendapat Piala Adipura berturut-turut.
"Ya, buktinya sudah berapa lama terlepas Pak Herman Abdullah tidak menjabat Walikota lagi dan sampai hari ini tidak ada mendapatkan Piala Adipura. Tentu sistem pengangkutan sampah dengan menggunakan pihak ketiga ini tidak berhasil," ucapnya.
Dalam agenda rapat ini, Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru juga menyoroti retribusi sampah yang masuk ke PAD. Pungutan retribusi yang diraih masih jauh dari target DLHK Kota Pekanbaru.
"Target DLHK sendiri itu Rp 24 Miliar. Namun, per hari ini baru terkumpul Rp 3,5 Miliar. Artinya sangat jauh dari target, jauh sekali," ujarnya.
Mirisnya lagi, Politisi PDI Perjuangan ini mendapat informasi banyak terjadinya penyimpangan terkait pungutan retribusi sampah.
"Ada pungutan yang didapat suatu wilayah itu Rp100 juta per bulan, tetapi yang disetor hanya Rp 10-20 juta. Kan gawat kalau begini, tentu ini menjadi catatan khusus kami sebagai anggota dewan dalam menjalankan fungsi pengawasan," cetus Zulkardi. **