JAKARTA, - Gugatan PT RAPP melawan kebijakan Menteri LHK yang membatalkan Rencana Kerja Usaha (RKU) mereka, mempertaruhkan nasib masyarakat gambut Riau.
Meski berulang kali diberi kesempatan merevisi RKU oleh KLHK, PT RAPP tetap ngotot ingin beroperasi di kawasan gambut. Perusahaan yang berbasis di Singapura ini memilih melakukan pembangkangan pada aturan negara Republik Indonesia.
Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR), dalam rilis pada media, Rabu (20/12/17) kemarin mengungkapkan, RKU yang dibatalkan Menteri LHK tersebutlah yang selama ini menjadi alas pijak legal bagi RAPP dan 61 perusahaan supplayernya yang terhubung dengan APRIL Grup untuk menebang hutan alam di gambut.
Perusahaan juga menggali kanal-kanal/drainase di lahan gambut yang berkontribusi terhadap pengeringan gambut, subsidensi dan kekeringan yang berimplikasi pada Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla).
''Saat ini kehidupan masyarakat gambut dan ekosistem gambut sedang dipertaruhkan,'' kata Sekjen JMGR, Isnadi Esman.
Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut melalui PP.57 tahun 2016, jelas Isnadi, merupakan kebijakan strategis yang diambil pemerintah dalam upaya penanggulangan Karhutla. Terutama di dalam dan di sekitar areal konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) seperti PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang masih terjadi pada tahun 2016 dan 2017.
Pembatalan RKU PT. RAPP juga dinilai menjadi langkah tepat yang harus ditindaklanjuti dengan pencabutan perizinan IUPHHK-HTI PT. RAPP oleh pemerintah. Hal ini menyangkut pada konflik-konflik sosial dan tenurial yang tidak kunjung terselesaikan antara PT. RAPP dan masyarakat.
''JMGR mencatat ada lebih dari 68 konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan hutan tanaman yang terafiliasi dengan APRIL Grup termasuk PT. RAPP di Riau,'' jelasnya.
Dalam hal ketenagakerjaan, PT. RAPP tidak berkontribusi banyak dalam menyerap tenaga kerja terutama warga tempatan, misalnya saja di areal konsesi blok Pulau Padang, dari 35.000 Ha areal izin IUPHHK-HTI yang dikuasai hanya meperkerjakan 107 orang warga lokal yang mayoritas hanya sebagai penjaga keamanan.
Sedangkan di Kabupaten Siak dari 51,169 Ha areal konsesi yang dikuasai hanya ada 583 karyawan yang terakomodir dan sebagian dari itu bukanlah masyarakat setempat.
''Ini nyata sebagai bentuk ketimpangan penguasaan lahan dan kontribusi terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat didalam dan sekitar konsesi HTI,'' tegas Isnadi.
Putusan yang tidak berpihak pada aturan pemerintah tentang ekosistem gambut, tentunya akan berdampak pada kehidupan masyarakat gambut, ekosistem gambut dan upaya-upaya pemerintah dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut. (Rilis)
Gugatan RAPP, Pertaruhkan Nasib Masyarakat Gambut Riau
Redaksi
Selasa, 00 0000 - 00:00:00 WIB
ilustrasi, Lahan Gambut di Riau, hancur
Pilihan Redaksi
IndexPuncak Milad Muhammadiyah ke-113 dan UMAM ke-4 Dihadiri Raja Muda Perlis
PHR Catat Produksi Cemerlang di Sumur Pinang East-2 Capai 2.648 BOPD
TAF Turun Reses, Warga Sampaikan Masalah Banjir dan Program Rp 100 Juta per RW
Semangat Sumpah Pemuda, KNPI Ajak Pemuda Dukung Pembangunan Daerah
Tulis Komentar
IndexBerita Lainnya
Index Nasional
Santuni Anak Yatim, PHR Gelar Doa Bersama bagi Korban Banjir Sumatera
Jumat, 05 Desember 2025 - 19:25:21 Wib Nasional
Perintis BPJS Kesehatan, Fachmi Idris Terima Life Achievement KORPRI Award
Rabu, 03 Desember 2025 - 09:16:47 Wib Nasional
Aksi Penjarahan Minimarket dan Bulog Warnai Pascabencana Sibolga–Tapteng
Ahad, 30 November 2025 - 09:18:42 Wib Nasional
Solidaritas di Tengah Bencana, Spanduk Posko Bantuan dan Tuntutan DIM Hiasi Masjid Raya Sumbar
Sabtu, 29 November 2025 - 08:28:00 Wib Nasional
