BMKG: Riau Diguyur Hujan, 156 Titik Panas Masih Terpantau

Jumat, 25 Juli 2025 | 08:53:13 WIB
Ilustrasi hujan (foto:net)

iniriau.com, Pekanbaru — Cuaca di Provinsi Riau pada Jumat, 25 Juli 2025, diprakirakan akan didominasi oleh hujan dengan intensitas ringan hingga sedang. Meski hujan turun di berbagai wilayah, potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) justru masih tinggi, seiring lonjakan titik panas di sejumlah daerah.

Forecaster on Duty BMKG Stasiun Pekanbaru, Bella R. Adelia, mengungkapkan bahwa sejak pagi hari cuaca akan cenderung berawan hingga berkabut, namun mulai terjadi hujan ringan di beberapa wilayah seperti Rokan Hilir, Kampar, Pelalawan, Bengkalis, hingga Pekanbaru.

“Secara umum, curah hujan diprediksi tetap berlangsung hingga malam hari, meskipun intensitasnya bervariasi. Tapi di beberapa daerah, kondisi atmosfer yang cukup labil bisa memicu hujan yang disertai petir dan angin kencang,” jelas Bella.

Memasuki siang dan sore, potensi hujan meluas ke wilayah Kampar, Kuansing, Indragiri Hulu dan Hilir, Siak, Meranti, serta Rokan Hulu. Pada malam hingga dini hari, hujan masih mungkin berlanjut, terutama di kawasan Rokan Hilir, Kampar, Pelalawan dan dua wilayah Indragiri.

Suhu udara berkisar antara 23°C hingga 35°C, dengan kelembapan udara cukup tinggi, mencapai 99 persen. Sementara itu, angin berembus dari arah timur ke barat daya dengan kecepatan maksimum 30 km/jam. Meski kondisi perairan Riau relatif tenang, nelayan tetap diminta waspada terhadap potensi badai lokal yang bisa terjadi tiba-tiba.

Pantauan satelit menunjukkan bahwa hingga Kamis malam terdapat 466 hotspot di Pulau Sumatera. Dari jumlah itu, 156 titik panas terdeteksi di Riau, dengan Rokan Hilir menjadi wilayah paling rawan dengan 68 titik.

“Tingginya angka hotspot ini harus menjadi alarm bagi semua pihak. Hujan memang ada, tapi belum cukup untuk memadamkan seluruh potensi api di lapangan,” tegas Bella.

BMKG juga mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan pembakaran lahan, terutama di tengah kondisi cuaca yang tidak menentu. Kelembapan udara yang tinggi memang mendukung pembentukan hujan, namun tidak serta merta menurunkan risiko karhutla.

“Dibutuhkan koordinasi lintas sektor yang kuat untuk pencegahan dini, agar kejadian karhutla tidak makin meluas,” pungkas Bella.**

 

Tags

Terkini