Gubri Abdul Wahid Soroti Krisis Fiskal dan Ketimpangan DBH di Komisi II DPR RI

Rabu, 30 April 2025 | 22:00:46 WIB
Gubernur Riau Abdul Wahid (foto: istimewa)

iniriau.com, PEKANBARU – Gubernur Riau Abdul Wahid memaparkan sejumlah persoalan krusial yang dihadapi Provinsi Riau dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri dan seluruh kepala daerah se-Indonesia, Rabu (30/4/2025).

Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, Wahid menyoroti memburuknya kondisi fiskal Riau akibat merosotnya pendapatan dari sektor migas serta belum meratanya distribusi dana transfer dari pemerintah pusat.

"Dulu kami menerima transfer dari sektor migas lebih dari Rp3 triliun per tahun. Kini, jumlahnya hanya sekitar Rp350 miliar. Tahun ini, kami berpotensi mengalami defisit lebih dari Rp3 triliun," ungkap Wahid.

Ia menjelaskan, defisit ini disebabkan oleh sejumlah kewajiban yang belum teranggarkan, termasuk tunda bayar kepada pihak ketiga sebesar Rp1 triliun, pembayaran gaji pegawai, dan tunda salur ke kabupaten/kota. Pendapatan daerah tahun 2025 diperkirakan hanya mencapai Rp8,2 triliun, sementara kebutuhan belanja daerah mencapai Rp9,7 triliun.

Selain itu, Wahid juga menyoroti ketimpangan pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) khususnya dari sektor kelapa sawit, meskipun Riau merupakan penghasil sawit terbesar nasional.

"PDRB kami terus meningkat tiap tahun, tapi alokasi DBH justru menurun. Bahkan, kami kalah dari Kalimantan Utara dalam perolehan DBH, padahal produksi sawit kami jauh lebih besar. Ini jelas tidak adil," tegasnya.

Ia juga mengkritik skema transfer Dana Alokasi Umum (DAU) yang bersifat earmarked seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), karena membatasi fleksibilitas daerah untuk berinovasi. Hingga akhir April 2025, realisasi transfer baru mencapai 13 persen, jauh di bawah target 25 persen.

Dalam forum tersebut, Wahid turut meminta pemerintah pusat meninjau ulang aturan pembatasan usia dalam pengangkatan direksi dan komisaris BUMD, yang menurutnya menghambat rekrutmen figur profesional.

"Usia seharusnya tidak menjadi batas utama. Kami butuh profesionalisme, bukan sekadar batasan umur," ujarnya.

Wahid juga menyinggung belum jelasnya nasib sejumlah BUMD tidak sehat seperti Riau Airlines, serta mendorong optimalisasi peran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), khususnya di sektor pendidikan kejuruan (SMK).

Selain itu, ia mempertanyakan pelaksanaan otonomi daerah yang dinilainya masih bersifat sentralistik, terutama terkait pengangkatan pejabat daerah yang harus melalui persetujuan teknis dari pusat.

"Apakah ini benar-benar otonomi atau justru sentralisasi? Kita dituntut bekerja cepat, tapi tidak diberi keleluasaan memilih tim kerja," kritiknya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyatakan bahwa pemanggilan para kepala daerah, termasuk Gubernur Riau, antara lain dipicu oleh pernyataan Wahid soal defisit APBD yang sempat viral.

"Kita harus memastikan transfer dana dari pusat dilakukan tepat waktu dan penggunaannya lebih fleksibel," ujar Rifqinizamy.

Ia juga mendukung usulan revisi batas usia pejabat BUMD serta meminta Gubernur Riau menertibkan perizinan Hak Guna Usaha (HGU) untuk perkebunan sawit guna mengoptimalkan penerimaan negara.

Rapat kerja ini membahas empat isu utama, yakni penyelenggaraan pemerintahan daerah, transfer dana pusat ke daerah, pengelolaan BUMD dan BLUD, serta manajemen kepegawaian.**

 

Tags

Terkini