Rahmat Handayani Desak Disdik Pekanbaru Tegas atas Dugaan Bullying di SD 108

Rahmat Handayani Desak Disdik Pekanbaru Tegas atas Dugaan Bullying di SD 108
SD 108 Kecamatan Bukit Raya (foto: istimewa)

iniriau.com, PEKANBARU — Kasus perundungan yang mencuat di SD 108 Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru, telah memicu gelombang kritik terhadap sistem pendidikan dasar yang dinilai gagal melindungi siswa dari kekerasan. Lebih dari sekadar insiden individual, kasus ini menyoroti masalah pengawasan dan pembinaan yang kronis di lingkungan sekolah.

Rahmat Handayani, Pemerhati Sosial Kota Pekanbaru, dengan tegas menyatakan bahwa Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Pekanbaru harus mengambil tindakan tegas. Menurutnya, pendekatan yang selama ini dilakukan terbukti tidak efektif dalam mencegah dan menangani perundungan.

"Kita tidak bisa lagi menganggap ini sebagai masalah kecil. Ini adalah cerminan dari kegagalan sistemik yang harus segera diatasi," ujar Rahmat dalam pernyataan persnya. Ia menambahkan bahwa kasus ini bukan hanya tentang satu sekolah, tetapi tentang seluruh ekosistem pendidikan yang kurang responsif terhadap kebutuhan emosional dan psikologis siswa.

Rahmat mengungkapkan kekecewaannya terhadap penanganan kasus sebelumnya yang hanya berujung pada "perdamaian" tanpa ada upaya rehabilitasi yang berarti bagi korban maupun pelaku. Ia juga menyoroti peran Guru Bimbingan Konseling (BK) dan Kepala Sekolah yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif.

"Guru BK seharusnya tidak hanya menjadi petugas administratif yang mencatat pelanggaran. Mereka harus menjadi mentor, fasilitator, dan advokat bagi siswa," tegasnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Rahmat mengusulkan pendekatan holistik yang melibatkan seluruh elemen sekolah dan keluarga. Ia menyarankan agar setiap guru, tanpa terkecuali, mengintegrasikan pendidikan karakter dalam setiap sesi pembelajaran. "Kita tidak bisa hanya mengandalkan pelajaran agama atau PPKn. Nilai-nilai seperti empati, toleransi, dan rasa hormat harus ditanamkan setiap hari," katanya.

Selain itu, Rahmat juga menekankan pentingnya pelatihan intensif bagi guru dan staf sekolah tentang cara mendeteksi, mencegah, dan menangani kasus perundungan. Ia juga mendorong partisipasi aktif orang tua dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak.

"Sekolah tidak bisa bekerja sendiri. Orang tua juga harus terlibat dalam mendidik anak-anak tentang pentingnya menghormati perbedaan dan menolak segala bentuk kekerasan," ujarnya.

Rahmat bahkan mengusulkan agar Disdik mempertimbangkan pemberian sanksi tegas kepada sekolah yang terbukti lalai dalam menjalankan fungsi pembinaan. Ia tidak ragu untuk mengatakan bahwa Kepala Sekolah yang tidak mampu menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif harus dievaluasi dan diganti.

"Ini bukan tentang mencari kambing hitam, tetapi tentang memastikan bahwa setiap sekolah memiliki pemimpin yang kompeten dan peduli terhadap kesejahteraan siswa," tegasnya.

Menyikapi tantangan era digital, Rahmat mengakui bahwa gadget dan media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak. Namun, ia menolak anggapan bahwa sekolah tidak berdaya menghadapi pengaruh negatif teknologi.

"Kita tidak bisa melarang anak-anak menggunakan gadget, tetapi kita bisa membekali mereka dengan kemampuan untuk berpikir kritis dan bertanggung jawab," ujarnya. Ia menyarankan agar sekolah mengadakan program literasi digital yang mengajarkan siswa tentang cara menggunakan teknologi secara positif dan menghindari konten-konten yang berbahaya.

Rahmat berharap kasus di SD 108 ini menjadi titik balik bagi dunia pendidikan di Pekanbaru. Ia mengajak semua pihak untuk bersatu padu menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan berorientasi pada pengembangan karakter yang kuat.

"Kita tidak boleh membiarkan anak-anak kita menjadi korban kekerasan. Kita harus memberikan mereka pendidikan yang berkualitas dan berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan," pungkasnya.**

#Hukrim

Index

Berita Lainnya

Index