iniriau.com, Bengkalis – Dugaan penyimpangan distribusi solar bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) Parit Tiga, Desa Pambang Pesisir, Kabupaten Bengkalis, kini tengah ditangani Unit Tipidum Satreskrim Polres Bengkalis. SPBUN yang dikelola Koperasi Perikanan Pantai Madani itu sejatinya diperuntukkan khusus melayani kebutuhan bahan bakar kapal nelayan di kawasan tersebut.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Perikanan Bengkalis, Syofian, S.Pi., menegaskan hal itu saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (19/11/2025). Menurutnya, rekomendasi dari Dinas Perikanan maupun izin resmi Pertamina untuk SPBUN Parit Tiga secara tegas mengatur bahwa penyaluran BBM hanya bagi nelayan, bukan untuk aktivitas industri.
Syofian menyebut, pengecualian hanya diberikan kepada usaha penangkaran ikan skala kecil yang membutuhkan BBM untuk operasional genset. Sementara tambak udang berkapasitas besar masuk kategori industri dan seharusnya menggunakan BBM harga industri.
“SPBUN itu khusus melayani kebutuhan BBM nelayan, bukan untuk industri,” tegas Syofian. Ia juga membantah tudingan adanya pungutan Rp400 ribu per bulan kepada nelayan untuk melancarkan proses pengurusan rekomendasi solar subsidi. Menurutnya, seluruh permohonan rekomendasi diajukan melalui aplikasi, bersifat gratis, dan pemohon tidak pernah bertemu langsung dengan petugas.
Sementara itu, pengelola SPBUN, Ishak alias Sahak, mengakui telah diperiksa polisi setelah dilaporkan Hidayat alias Yati terkait dugaan kecurangan penyaluran BBM. Namun ia membantah tuduhan mengurangi volume solar dalam setiap drum. “Tidak ada pengurangan, satu drum tetap 200 liter,” ujarnya singkat melalui telepon.
Meski begitu, Sahak enggan menjawab ketika dikonfirmasi mengenai dugaan penjualan solar subsidi kepada pengusaha tambak udang. Ia beralasan sedang mengurus anaknya yang sakit.
Diketahui, laporan yang diajukan Yati ke aparat penegak hukum berawal dari dugaan bahwa nelayan kerap menerima drum solar dengan isi kurang dari 200 liter, bahkan kadang hanya 195 liter. Ada pula dugaan sebagian jatah nelayan dialihkan ke industri tambak udang dengan harga lebih tinggi.
Yati menjadi nelayan pertama yang berani melapor setelah upaya mediasi dengan Sahak tidak membuahkan hasil. Kasat Reskrim Polres Bengkalis, Iptu Yohn Mabel, saat dikonfirmasi, membenarkan laporan tersebut. “Masih lidik perkaranya, Bang,” ujarnya melalui pesan singkat.**
