iniriau.com, Pekanbaru — Penyelidikan kasus pemerasan dan gratifikasi yang menyeret Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid terus bergulir. Penyidik KPK memanggil tiga pramusaji rumah dinas Gubernur Riau sebagai saksi kunci untuk menelusuri dugaan aliran uang.
“Agenda pemeriksaan dilakukan di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Riau. Kami ingin memastikan seluruh informasi yang berkaitan dengan peristiwa ini terkonfirmasi dengan jelas,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Senin (17/11/2025).
Mereka yang dimintai keterangan adalah ALP, MSA, dan ML selaku pramusaji di rumah jabatan gubernur, FDL selaku aparatur sipil negara (ASN) Dinas PUPRPKPP Riau, serta HS selaku Staf Perencanaan Dinas Pendidikan Riau
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan pada 3 November 2025. Dalam OTT tersebut, selain Abdul Wahid, KPK menetapkan dua tersangka lainnya, yakni M Arief Setiawan (Kepala Dinas PUPR PKPP Pemprov Riau) dan Dani M Nursalam (Tenaga Ahli Gubernur Riau).
KPK menduga Abdul Wahid memungut fee 5 persen dari kepala UPT di Dinas PUPR yang mendapat tambahan anggaran dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar. Pungutan yang disertai ancaman pencopotan jabatan itu dikenal dengan istilah “jatah preman” di internal dinas.
Sejauh ini, penyidik menemukan indikasi telah terjadi tiga kali penyerahan fee dengan total Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal Rp7 miliar. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp2,25 miliar diduga mengalir ke tangan Abdul Wahid melalui orang kepercayaannya.**
