Kuasa Hukum Asri Auzar: Klien Kami Korban Penipuan dan Penggelapan Uang

Kuasa Hukum Asri Auzar: Klien Kami Korban Penipuan dan Penggelapan Uang
Kuasa Hukum Asri Auzar, Supriadi Bone, memberikan klarifikasi terkait kasus hukum yang menjerat kliennya (foto: istimewa)

iniriau com, Pekanbaru - Kuasa Hukum Asri Auzar, Supriadi Bone memberikan klarifikasi atas kasus yang menyandung kliennya, Asri Auzar(AA). Supriadi dengan tegas meluruskan, pemberitaan yang berseliweran di media massa tentang Asri Auzar adalah tidak benar.

Hal ini disampaikan Supriadi dalam konferensi pers, Jumat (14/11) di salah satu kafe di Pekanbaru.

"Tidak benar jika klien kami Asri Auzar melakukan penggelapan uang sebesar Rp 5,2 miliar. Fakta sebenarnya klien kami adalah korban yang sebenarnya. Ia ditipu oleh pelapor dalam hal ini, Vincent Davinci," tegas Supriadi mengawali konferensi pers, Jumat malam.

Supriadi mengatakan lebih lanjut, jika tuduhan yang dilayangkan kepada Asri Auzar tidak didukung fakta hukum. Hal tersebut secara langsung juga sudah merusak nama baik kliennya.

"Apa yang dituduhkan kepada klien kami, tidak jelas dasar dan fakta hukumnya. Ini juga secara langsung merusak nama baik klien kami. Lalu, proses penetapan tersangka oleh penyidik bersifat prematur dan cacat prosedur," ujar Supriadi lagi.

Masih menurut Supriadi, permasalahan kliennya ini adalah kasus hukum perdata,, yang sepenuhnya terkait hutang-piutang, tanpa ada transaksi jual beli tanah dan ruko.

"Kasus hukumnya perdata, bukan pidana. Namun saya heran bagaimana bisa menjadi kasus pidana. Bagaimana bisa pihak Polresta Pekanbaru menjadikan kasus klien kami sebagai kasus pidana," tutup Supriadi mengakhiri penjelasannya.

Berikut kronologi kepemilikan tanah dan ruko milik kakak ipar Asri Auzar hingga berpindah tangan kepada Zulkarnain dan Vincent Davinci.

Aset berupa tanah seluas 1.496 meter persegi di Jalan Delima Kelurahan Delima Kecamatan Binawidya Pekanbaru, awalnya adalah milik kakak ipar Asri Auzar, Fajardah. Tanah tersebut sudah berstatus Sertifikat Hak Milik No. 1385 Tahun 1993 atas nama Fajardah.

Pada tahun 2010, diatas tanah tersebut Asri Auzar membangun enam unit ruko. Masing-masing tiga unit untuk Fajardah dan tiga unit lagi untuk Asri Auzar.

Pada bulan Oktober 2020,Asri Auzar menjadikan sertifikat tanah itu sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman uang sebesar Rp 2,5 milyar. Ia bertemu dengan Vincent Limvinci dan Zulkarnain yang menyanggupi permintaan pinjaman uang Asri Auzar, dengan syarat ada penyerahan jaminan, penandatanganan surat kuasa menjual di hadapan notaris.

Namun, surat kuasa tersebut tidak pernah ditanda tangani oleh Vincent, uang pinjaman yang dijanjikan tidak pernah diberikan, dan sertifikat juga tidak diserahkan kepada  Vincent.

Beberapa bulan berlalu, Zulkarnain datang dan menyatakan siap memberikan pinjaman setelah Vincent mundur. Lalu, Asri menyerahkan sertifikat kepada Zulkarnain, yang kemudian memberikan pinjaman Rp 2,2 milyar secara bertahap. Pinjaman diberikan melalui transfer antar rekening bank dan tunai.

Di bulan Juli 2021, dua orang perempuan yang diduga staff notaris menjumpai Fajardah di rumahnya, di Kabupaten Rokan Hilir. Fajardah dan suami dibawah tekanan, diminta menandatangani dokumen, lalu untuk mempermudah proses penanda tanganan, keduanya juga menjual nama Asri Auzar.

Dari penelusuran tim kuasa hukum Asri Auzar, akhirnya diketahui jika sertifikat tanah tersebut sudah berganti pemilik yaitu, Vincent Limvinci. Tim kuasa hukum Arti Auzar kini mempertanyakan, bagaimana sertifikat tanah tersebut berpindah nama menjadi milik Vincent.

Meskipun sudah menjadi milik Vincent, fakta hukum membuktikan tidak pernah terjadi transaksi jual beli, tidak ada pembayaran, tidak ada kata jual beli dan tidak ada persetujuan dari pemilik tanah. Sementara itu, surat kuasa menjual yang sebelumnya ditandatangani juga tidak dapat menjadi dasar balik nama sertifikat.

Vincent lalu menjadikan sertifikat tanah itu sebagai agunan untuk pengajuan pinjaman ke Bank Mandiri. Bank BUMN yang berlokasi di Kisaran, Sumatera Utara itu, kemudian mencairkan pinjaman sebesar Rp 5 milyar, diluar bunga dan denda.

Penggunaan aset yang tidak pernah dijual sebagai jaminan perbankan menguatkan dugaan adanya permainan dokumen, penyalahgunaan wewenang, dan kejanggalan dalam proses pertanahan maupun perbankan.

Lalu, Zulkarnain bahkan menuntut Asri agar melunasi utang Vincen. Tuntutan ini tidak ada dasar hukum karena kliennya tidak pernah menyetujui adanya pengalihan utang tersebut.

Asri Auzar menawarkan solusi untuk menuntaskan permasalahan tersebut, ia menawarkan penyelesaian dengan membayar uang cash Rp 3 milyar. Namun, tawaran itu ditolan Vincent lantaran pinjaman dari Bank Mandiri mencapai Rp 5 milyar. Sikap Vincent ini dianggap ingin menguasai aset yang nilainya jauh lebih besar.

Pada 22 Mei 2023, dalam pertemuan resmi di Bank Mandiri Cabang Rantau Prapat, Asri Auzar menawarkan penyelesaian dengan pembayaran tunai Rp3 miliar, namun ditolak oleh Vincent tanpa alasan yang rasional. Kuasa hukum menilai penolakan tersebut menunjukkan bahwa tujuan pihak lawan bukan penyelesaian pinjaman, melainkan penguasaan aset yang nilainya jauh lebih besar.

Atas kasus ini, tim kuasa hukum Asri Auzar menjelaskan jika kliennya adalah korban manipulasi administrasi serifikat dan penggunaan aset sebagai jaminan tanpa ada transaksi yang sah.

Saat ini, kasus ini sedang dalam proses di Pengadilan Neger (PN) Pekanbaru, dengan register terbaru Nomor 249/PDT.G/2025/PN.PBR, melanjutkan gugatan sebelumnya yang pernah tercatat dengan Nomor 277/PDT.G/2024/PN.PBR. Sidang perdata atas kasus ini masih tetap bergulir di PN Pekanbaru, sementara sidang perdana kasus pidananya akan dilaksanakan minggu depan.**

 

#Hukrim

Index

Berita Lainnya

Index