iniriau.com, Pekanbaru — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Riau mengingatkan perbankan untuk menyiapkan langkah mitigasi menghadapi potensi lonjakan kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) akibat penertiban kebun sawit ilegal di kawasan hutan.
Kepala OJK Riau, Triyoga Laksito, mengatakan pihaknya telah turun langsung ke daerah-daerah rawan seperti Rokan Hulu dan Rokan Hilir untuk melihat langsung kondisi lapangan.
“Kami tidak ingin proses penataan kawasan hutan ini menimbulkan gejolak ekonomi yang justru lebih luas. Harus ada keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan ekonomi masyarakat,” ujarnya, baru-baru ini.
Menurutnya, kondisi di lapangan cukup kompleks karena banyak kebun sawit yang berada di dalam kawasan hutan telah ditanami sejak lama, berpindah kepemilikan, dan tidak memiliki kejelasan legalitas.
“Ada area yang dari dulu sudah ditanami, lalu dijual-belikan. Saat ini banyak yang tidak tahu lagi status lahan tersebut. Ini menjadi masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan tunggal,” jelas Triyoga.
OJK menilai kondisi tersebut berpotensi memengaruhi stabilitas sektor keuangan, terutama jika kredit macet terjadi dalam skala besar.
“Bank-bank besar masih cukup kuat untuk menahan tekanan ini. Tapi bagi BPR atau BPD yang rentan, gagal bayar bisa langsung mengguncang likuiditas mereka,” terangnya.
Ia pun meminta perbankan, khususnya yang memiliki portofolio pembiayaan sawit, untuk mulai mencadangkan risiko secara proporsional.
“Kami harap bank tidak menunda evaluasi portofolio kreditnya. Ini soal menjaga daya tahan perbankan secara keseluruhan,” ujarnya.
OJK Riau juga tengah memperkuat koordinasi dengan pemda, instansi kehutanan, serta kementerian terkait untuk mengantisipasi dampak sistemik.**