iniriau.com, ROHIL – Penegakan hukum di Riau kembali bergulir tegas. Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau melakukan penggeledahan di Kota Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Rabu (2/7/2025), terkait dugaan korupsi dana Participating Interest (PI) 10 persen yang berasal dari PT Pertamina Hulu Rokan dan dikelola oleh PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH) pada periode 2023–2024.
Penggeledahan dilakukan di dua lokasi strategis—kantor SPRH dan kediaman sejumlah mantan direksi perusahaan daerah tersebut. Operasi berlangsung sejak siang hingga menjelang malam, mulai pukul 11.30 hingga 18.00 WIB. Dari hasil penyisiran, penyidik berhasil membawa pulang sejumlah dokumen penting.
“Bukti-bukti yang kami sita berkaitan erat dengan pengelolaan dana PI. Ini menjadi langkah awal yang menentukan dalam pembuktian tindak pidana,” ujar Zikrullah, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau.
Proses penggeledahan dilakukan oleh dua tim penyidik yang dipimpin langsung oleh Kepala Seksi Penyidikan dan Kepala Seksi Eksekusi dan Eksaminasi Bidang Pidsus Kejati Riau. Mereka turut didampingi oleh pejabat dari Kejari Rokan Hilir dan mendapat pengamanan dari prajurit TNI Batalyon Arhanud 13 Pekanbaru.
Pengamanan ketat juga dibarengi dengan transparansi proses: setiap penggeledahan disaksikan oleh pegawai SPRH, pemilik rumah, dan Ketua RT setempat.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa Kejati Riau kini tengah mendalami indikasi kuat adanya penyimpangan dana PI—yang sejatinya merupakan hak daerah untuk mendukung pembangunan lokal. Besarnya potensi dana ini menjadikan kasus tersebut sebagai perhatian serius publik.
“Kami akan menggali semua informasi dan mengikuti alur dana hingga terang. Tidak tertutup kemungkinan akan ada penetapan tersangka dalam waktu dekat,” tambah Zikrullah.
Untuk saat ini, tim penyidik masih bertahan di Bagansiapiapi guna menggali informasi tambahan dan membuka kemungkinan pengembangan kasus ke pihak-pihak terkait lainnya. Dugaan korupsi ini disebut-sebut telah menghambat roda pembangunan daerah dan merugikan keuangan publik.**