Selamatkan TNTN, Pemprov Riau Bentuk Satgas TP4, Siapkan Langkah Tegas dan Solusi Berkeadilan

Selamatkan TNTN, Pemprov Riau Bentuk Satgas TP4, Siapkan Langkah Tegas dan Solusi Berkeadilan
Taman Nasional Tesso Nilo (foto:net)

iniriau.com, PEKANBARU — Pemerintah Provinsi Riau bersama unsur Forkopimda mengambil langkah berani untuk menyelamatkan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang kian tergerus perambahan dan aktivitas ilegal. Lewat pembentukan Satuan Tugas Tim Percepatan Pemulihan Pasca Penguasaan (TP4), pemerintah daerah berkomitmen memulihkan kawasan konservasi ini melalui strategi terukur yang mencakup penertiban, relokasi, dan reforestasi.

Gubernur Riau, Abdul Wahid, menegaskan bahwa pembentukan TP4 merupakan bentuk tanggung jawab bersama untuk mengembalikan fungsi ekologis Tesso Nilo. “TNTN adalah paru-paru Riau yang mulai sekarat. Kita tidak bisa lagi menunggu,” ucap Wahid usai rapat koordinasi, baru-baru ini.

Langkah strategis ini akan dituangkan dalam tiga skenario teknis yang sedang disiapkan untuk diajukan ke pemerintah pusat sebagai bagian dari koordinasi nasional di sektor kehutanan dan lingkungan hidup.

Dalam penanganan kawasan yang telah lama dihuni masyarakat, Pemprov Riau menegaskan bahwa upaya relokasi akan mengedepankan pendekatan humanis.

“Kita tidak ingin masyarakat yang sudah turun-temurun tinggal di sana kehilangan masa depan. Tapi mereka juga harus menyadari bahwa hutan ini bukan milik pribadi,” tutur Wahid.

Namun, pemerintah juga menyiapkan langkah tegas terhadap praktik ilegal yang terus menggerus kawasan konservasi. Penegakan hukum akan dilakukan tanpa pandang bulu, termasuk terhadap oknum aparat yang terlibat dalam penerbitan dokumen ilegal seperti SKT dan SHM.

Dukungan terhadap TP4 juga datang dari Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR). Ketua Majelis Kerapatan Adat, Datuk Seri H Raja Marjohan Yusuf, menekankan bahwa TNTN memiliki makna lebih dari sekadar ekosistem.

“Ketika hutan hilang, kita tidak hanya kehilangan pepohonan, tapi juga jejak peradaban. Ini soal harga diri budaya,” ujarnya dalam rapat adat yang digelar di Balai Adat LAMR. LAMR berencana mengeluarkan warkah adat resmi sebagai bentuk dukungan terhadap langkah penataan hutan yang inklusif dan melibatkan masyarakat adat.

Data dari Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) mencatat bahwa dari total 83.393 hektare kawasan TNTN, hanya 12.561 hektare yang masih tersisa sebagai hutan alami. Selebihnya telah berubah menjadi perkebunan sawit ilegal, permukiman liar, hingga fasilitas umum tanpa izin.

Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI, Harli Siregar, menyebut inisiatif ini sejalan dengan target nasional pengembalian 3 juta hektare hutan negara. “Hingga Juni 2025, sudah lebih dari 1 juta hektare berhasil dikembalikan. TNTN bisa jadi contoh baik,” katanya.

Pemprov Riau juga menaruh perhatian besar pada perlindungan lahan gambut di kawasan TNTN yang menjadi penyimpan karbon alami. Jika rusak, gambut dapat melepaskan emisi dalam jumlah besar.

“Kalau kita gagal menjaga gambut, bukan hanya Riau yang terdampak, tapi dunia. Maka ini bukan sekadar program lokal, ini tanggung jawab global,” pungkas Wahid.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menggarisbawahi pentingnya pendekatan menyeluruh dalam penanganan TNTN. “Konflik sosial, kerusakan lingkungan, hingga penyimpangan hukum harus diselesaikan secara utuh. Ini bukan hanya soal menindak, tapi soal membangun masa depan,” ujarnya.

Ia menyebut penanganan Tesso Nilo bisa menjadi model nasional untuk reformasi pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia.**
 

#Pemprov Riau

Index

Berita Lainnya

Index