FITRA Desak Perbaikan Tata Kelola Keuangan Riau, Utang Membengkak, Realisasi PAD Rendah

FITRA Desak Perbaikan Tata Kelola Keuangan Riau, Utang Membengkak, Realisasi PAD Rendah
FITRA Riau menilai Pemprov Riau gagal dalam menghadirkan tata kelola keuangan daerah yang transparan dan akuntabel, Rabu (4/6) - foto:net

Pekanbaru, iniriau.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau menemukan sejumlah persoalan serius dalam tata kelola keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024.

Buruknya pengelolaan anggaran tahun 2024 menambah beban berat bagi APBD Riau 2025, terlebih dengan rendahnya realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun berjalan.

Atas dasar temuan tersebut, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap laporan keuangan Pemprov Riau. Salah satu temuan utama adalah utang daerah yang mencapai Rp1,76 triliun, yang kini menjadi beban besar dalam struktur APBD 2025. Kondisi ini diperparah oleh lemahnya kinerja pembangunan dalam 100 hari kerja Gubernur Abdul Wahid, yang dinilai belum menunjukkan hasil signifikan.

BPK juga mencatat adanya utang kepada pihak ketiga—yakni kontraktor dan penyedia jasa—sebesar Rp40,81 miliar yang belum dibayarkan hingga akhir tahun anggaran. Selain itu, terdapat kelebihan pembayaran perjalanan dinas sebesar Rp16,98 miliar, yang mencerminkan lemahnya pengawasan internal serta indikasi pemborosan belanja di lingkungan organisasi perangkat daerah (OPD).

Untuk menekan pengeluaran, Pemprov Riau diinstruksikan melakukan efisiensi anggaran hingga Rp352,6 miliar, sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja APBN dan APBD.

Menanggapi laporan BPK, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau mendesak agar Pemprov Riau segera melakukan perbaikan menyeluruh dalam tata kelola keuangan. Koordinator FITRA Riau, Tarmizi, menegaskan bahwa pengelolaan uang rakyat harus dilakukan secara transparan dan akuntabel.

“Pemprov Riau harus segera memperbaiki tata kelola keuangan. Ini uang rakyat, gunakanlah dengan penuh tanggung jawab,” kata Tarmizi, Rabu (4/6).

Ia menilai, predikat WDP merupakan tantangan besar bagi Gubernur Abdul Wahid yang baru memasuki 100 hari masa kerja. Meskipun Wahid bertekad menjadikan Riau bebas dari korupsi, faktanya masih banyak tindak pidana korupsi yang terungkap sepanjang 2025.

“Komitmen memberantas korupsi belum terlihat nyata. Masih banyak kasus yang mencuat, dan ini membuktikan bahwa reformasi tata kelola belum berjalan dengan baik,” ujarnya.

FITRA menilai bahwa perbaikan yang dilakukan sejauh ini belum signifikan. Masalah yang sama terus berulang setiap tahun, mencerminkan lemahnya komitmen Pemprov dalam menjalankan reformasi birokrasi dan pengelolaan keuangan secara profesional.

“Komitmen untuk menghadirkan tata kelola keuangan yang transparan dan tepat sasaran masih rendah. Kami berharap Pemprov Riau menjadikan temuan BPK sebagai momentum untuk berbenah,” tutup Tarmizi.**

 

#Pemprov Riau

Index

Berita Lainnya

Index