iniriau.com, SIAK - Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi Berkeadilan Siak (KAMI BELA SIAK) yang terdiri dari berbagai [organisasi non-pemerintah, akademisi, aktivis demokrasi, aktivis budaya, aktivis Perempuan, aktivis lingkungan hidup dan aktivis hak asasi manusia, hari ini mengumumkan pengajuan Amicus Curiae (sahabat pengadilan) kepada Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia, terkait sengketa Pilkada Kabupaten Siak tahun 2024 pasca Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada 22 Maret lalu.
KAMI BELA SIAK menyampaikan, pengajuan Amicus Curiae bertujuan untuk memberikan masukan hukum kepada Mahkamah Konstitusi (MK) agar memutuskan sengketa Pemillihan Bupati dan Wakil Bupati Siak Pasca PSU 2025 dengan adil, cepat, dan transparan.
Koalisi juga mendesak agar keputusan MK tidak mengarah pada keputusan yang semakin memperburuk ketidakpastian politik yang sudah terjadi di Kabupaten Siak.
Sengketa hasil Pemilihan
Bupati dan wakil bupati di Kabupaten Siak, yang masih berlarut-larut, sangat berdampak besar terhadap pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat. Sejak awal tahun 2025, gaji dan tunjangan pegawai serta PNS belum dibayarkan, hingga memperburuk kondisi sosial dan ekonomi di wilayah tersebut.
Berdasarkan hasil PSU pada (22/425), Paslon 01 (Irving – Sugianto) memperoleh 37.854 suara, sementara Paslon 02 (Afni – Syamsurizal) dan Paslon 03 (Alfedri – Husni) memperoleh 82.586 dan 82.292 suara. Selisih suara yang sangat besar, mencapai 44.732 suara, menambah kompleksitas sengketa ini.
Dalam Amicus Curiae yang diajukan, KAMI BELA SIAK menekankan pentingnya penyelesaian cepat, keadilan, manfaat, konstitusionalisme, proporsionalitas, non reaktif, check and balances, non-retroaktif dan adil oleh Mahkamah Konstitusi (MK), agar pemerintahan Kabupaten Siak dapat kembali berjalan normal. Ini juga untuk menghindari kerugian yang lebih besar bagi masyarakat. Koalisi juga mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) dan semua pihak menghormati hasil PSU yang sah dan mengikat.
Disebutkan, dasar pengajuan Amicus Curiae adalah, pertama keabsahan Hasil PSU Pemilihan bupati dan wakil bupati Siak. Hasil PSU yang telah diselenggarakan harus dihormati sebagai final dan mengikat, dan tidak boleh diganggu gugat, terutama mengingat telah diterima oleh masyarakat dan peserta pemilihan.
Kedua, Legal Standing dalam pengajuan sengketa
gugatan yang diajukan oleh Sugianto, SH sebagai calon wakil bupati 01, tanpa pasangannya (Calon Bupati 01, Irfing Kahar Arifin), tidak memenuhi syarat formil sesuai dengan ketentuan Pasal 157 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016.
Ketiga lernyataan resmi Calon Bupati 01. Irving Kahar Arifin pada 8 April 2025 lalu menguatkan bahwa dirinya tidak ikut serta dalam permohonan sengketa ini. Hal ini memperkuat bahwa permohonan tersebut tidak sah karena tidak ditandatangani oleh kedua pasangan calon secara lengkap.
Keempat ambang batas selisih suara, selisih suara sebesar 44.732 suara antara Paslon 01 dan Paslon 02 jauh melampaui ambang batas yang ditentukan, sehingga gugatan ini tidak memenuhi syarat formil dan materiil untuk diproses oleh MK.
Untuk menjaga kepercayaan publik,
KAMI BELA SIAK juga mengimbau Mahkamah Konstitusi segera mengambil keputusan yang mengakhiri ketidakpastian, dengan memperhatikan keadilan dan kepastian hukum demi kepentingan rakyat Siak. Sebab keputusan yang cepat dan adil akan menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi di Indonesia.
Proses pilkada Siak yang larut-larut tanpa kejelasan ini mengakibatkan kelesuan ekonomi Siak terutama pasar yang mulai sepi, gelombang penolakan masyarakat Siak jika terjadi PSU kedua, serta permasalahan gaji serta tunjangan pegawai yang belum dibayar dari Januari hingga pasca lebaran. Kondisi ini juga merusak kepercayaan publik dan jika berlarut akan mengganggu kamtibmas.
"KAMI BELA SIAK berharap Mahkamah Konstitusi (MK) dapat mempertimbangkan dengan seksama pengajuan Amicus Curiae ini, dalam rangka menyelesaikan sengketa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Siak dengan cara yang seadil-adilnya. Koalisi juga berharap keputusan ini akan memberikan dampak positif bagi perkembangan demokrasi dan sistem pemilihan kepala daerah yang lebih baik di Indonesia," ujar Jhoni Setiawan Mundung, saat membacakan Amicus Curiae di hadapan wartawan, Rabu (23/4/25).**