Dewan Kesenian Riau sebagai Rumah Kreativitas

Dewan Kesenian Riau sebagai Rumah Kreativitas
Azmi bin Rozali (foto: istimewa)

Oleh:  Azmi bin Rozali

DI TENGAH era yang serba cepat, digital, dan penuh distraksi ini, kesenian dan kebudayaan sering kali terdorong ke pinggir oleh agenda-agenda pragmatis masyarakat.

Namun sejarah telah mengajarkan kita bahwa kemajuan peradaban tidak hanya ditentukan oleh kekuatan ekonomi dan politik, tetapi juga oleh ketangguhan dan keluhuran budaya.

Dalam konteks Provinsi Riau, menjaga dan memperkuat institusi kebudayaan seperti Dewan Kesenian Riau (DKR) bukan hanya tugas pemerintah atau para seniman semata, melainkan merupakan tanggung jawab moral kolektif, terutama bagi para tokoh masyarakat, seniman senior, dan budayawan.

DKR sebagai Ruang Kultural dan Intelektual

Dewan Kesenian Riau bukanlah lembaga seremonial. Ia adalah ruang hidup yang memiliki peran strategis dalam membina, mengembangkan, dan mengekspresikan dinamika kesenian masyarakat Riau.

DKR menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas, antara nilai-nilai lokal dan tantangan global. Ia bukan hanya mengurusi panggung-panggung pertunjukan, tetapi juga menjadi laboratorium ide, tempat pertarungan gagasan, sekaligus kawah candradimuka lahirnya para seniman dan budayawan masa depan.

Namun, dalam praktiknya, keberadaan DKR tidak selalu mendapat tempat yang semestinya dalam diskursus publik dan kebijakan pembangunan daerah. Ini menjadi tantangan besar yang harus dijawab dengan kesadaran dan komitmen moral dari seluruh ekosistem kebudayaan, terutama mereka yang memiliki pengaruh dan otoritas sosial.

Tanggung Jawab Moral Tokoh Masyarakat dan Budayawan

Tokoh masyarakat—baik itu dari kalangan adat, agama, pengusaha, maupun tokoh politik—memiliki posisi strategis dalam membentuk opini publik dan arah kebijakan daerah.

Dalam konteks pembangunan kebudayaan, mereka diharapkan menjadi garda terdepan dalam membela eksistensi lembaga-lembaga kesenian. Bukan hanya dengan memberikan dukungan moral, tetapi juga dengan memastikan adanya afirmasi kebijakan dan penganggaran yang berpihak pada kesenian.

Sementara itu, para budayawan dan seniman senior memikul tanggung jawab untuk menjaga kesinambungan pengetahuan dan semangat kreativitas. Mereka harus hadir sebagai pembimbing dan pengarah bagi generasi muda, bukan sebagai menara gading yang eksklusif.

Regenerasi tidak akan mungkin terjadi bila ruang-ruang kesenian hanya dikuasai oleh segelintir kelompok atau individu yang enggan membuka diri terhadap perubahan dan pembaharuan.

Membangun Ekosistem Kesenian yang Inklusif dan Progresif

Kreativitas anak muda Riau saat ini berkembang dengan pesat. Mereka hadir dengan medium dan ekspresi baru: seni rupa kontemporer, film pendek, musik eksperimental, sastra digital, hingga performans lintas disiplin.

Semua ini membutuhkan ruang, kesempatan, dan pengakuan. DKR seharusnya menjadi ruang yang mengakomodasi keragaman ini, bukan malah membatasi atau mendikte arah estetikanya.

Di sinilah pentingnya kolaborasi antargenerasi. Para tokoh senior perlu menjadi fasilitator, bukan penghalang. Mereka harus membimbing tanpa menggurui, memberi ruang tanpa mendominasi, dan mendorong tanpa memaksakan.

Dengan begitu, DKR dapat berkembang menjadi lembaga kesenian yang inklusif, progresif, dan berakar kuat pada identitas kebudayaan Riau.

Mengokohkan Institusi, Memperkuat Marwah Kebudayaan

Tak bisa dipungkiri, institusi seperti DKR kerap menghadapi berbagai tantangan struktural: minimnya anggaran, tumpang tindih regulasi, hingga intervensi politik. Namun justru dalam situasi inilah solidaritas moral para tokoh masyarakat dan budayawan dibutuhkan.

Mereka bisa menjadi penyeimbang, pelindung, bahkan penggerak utama dalam memperkuat posisi tawar DKR di hadapan pemerintah dan publik.

Lebih dari itu, mereka juga memiliki peran penting dalam membangun kesadaran kolektif bahwa kesenian bukan sekadar hiburan, melainkan pilar peradaban.

Ketika masyarakat menghormati seniman sebagaimana mereka menghormati ilmuwan atau pemuka agama, maka ekosistem kebudayaan akan tumbuh subur.

Menyemai Masa Depan Lewat Kebudayaan

Dewan Kesenian Riau adalah rumah besar bagi para pemimpi, pencipta, dan pewaris nilai-nilai luhur Melayu dan Nusantara. Ia bukan milik segelintir orang, tetapi milik seluruh masyarakat Riau.

Oleh karena itu, menjaga keberadaannya adalah tugas bersama. Para tokoh masyarakat dan budayawan memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk memastikan bahwa rumah ini tidak hanya berdiri, tetapi juga hidup, berkembang, dan menjadi cahaya bagi masa depan.

Kebudayaan adalah napas panjang sebuah bangsa. Dan napas itu hanya akan tetap berhembus jika kita menjaganya bersama—dengan hati, dengan akal, dan dengan cinta. 

Penulis adalah coach dan trainer nasional, pernah 3 periode menjabat anggota DPRD kabupaten Bengkalis 2004-2019.**

#Pemerintahan

Index

Berita Lainnya

Index