Program Makan Bergizi Gratis Dapat Sorotan: DPD RI Bahas Solusi dan Kendala

Program Makan Bergizi Gratis Dapat Sorotan: DPD RI Bahas Solusi dan Kendala
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Komite III DPD RI pada Senin (20/1/2025) -foto: istimewa

iniriau.com- Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang telah digelontorkan sejak 6 Januari 2025 dengan anggaran Rp71 triliun dari APBN, menghadapi tantangan serius dalam pelaksanaannya. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Komite III DPD RI pada Senin (20/1/2025), berbagai persoalan mencuat mulai dari insiden keracunan, distribusi yang kurang efisien, hingga pengelolaan anggaran yang rawan kebocoran.

Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, menyoroti insiden keracunan yang dialami 10 siswa SD di Sukoharjo akibat konsumsi makanan dari program ini. “Insiden ini adalah alarm bagi kita semua. Jaminan kualitas dan keamanan makanan harus menjadi prioritas utama,” tegasnya.

Solusi dan Rekomendasi dari Para Pakar

Ahmad Syafiq, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, menilai MBG memiliki potensi besar dalam meningkatkan status gizi dan kualitas hidup masyarakat. Namun, ia menekankan perlunya standardisasi menu berdasarkan kebutuhan gizi usia tertentu dan evaluasi berkala.

“Program ini membawa dampak positif yang signifikan. Namun, tanpa penyesuaian menu dan pengawasan yang ketat, efektivitasnya akan berkurang,” jelas Syafiq.

Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Doddy Izwardy, menambahkan bahwa MBG adalah langkah strategis untuk menekan angka stunting hingga 32%. “Namun, pengawasan ketat terhadap kandungan gizi dan kualitas makanan adalah kunci keberhasilan program ini,” katanya.

Sementara itu, Direktur Hukum Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Zaikul Fikri, mengungkapkan bahwa lebih dari 50% keluarga di Indonesia menghadapi kerentanan pangan. Program MBG, menurutnya, harus memanfaatkan potensi lokal seperti bahan baku dari petani dan UMKM. Ia juga menyoroti risiko kerugian Rp8,6 triliun jika penyaluran dilakukan secara sentralistik.

“Pendekatan desentralistik, dengan melibatkan dapur sekolah dan Puskesmas, serta pengadaan barang lokal hingga 85%, adalah solusi strategis yang dapat menghindari pemborosan sekaligus memberdayakan ekonomi daerah,” ujar Zaikul.

Masukan dari Daerah dan Fokus pada Sarapan

Anggota DPD RI dari Jawa Tengah, Denty Eka Widi, menekankan perlunya penyesuaian program berdasarkan kebutuhan lokal.

 “Warga lebih membutuhkan program sarapan pagi ketimbang makan siang, terutama untuk mendukung aktivitas anak sekolah. Selain itu, menu harus disesuaikan dengan usia, tidak disamakan antara SD dan SMA,” katanya.

Dari Kalimantan Timur, Aji Mirni Mawarni menambahkan bahwa program MBG harus didukung edukasi kepada masyarakat. Menurutnya, penanganan stunting tidak cukup hanya melalui pemberian makanan gratis, tetapi juga dengan mendidik calon ibu dan masyarakat tentang pentingnya pola makan bergizi.

“Pendidikan kepada calon ibu, terutama mereka yang pranikah, sangat penting agar mereka memahami kebutuhan gizi anak sejak dini,” jelas Aji.

Komitmen DPD RI untuk Penyempurnaan Program MBG

Ketua Komite III, Filep Wamafma, memastikan bahwa temuan RDPU ini akan menjadi dasar rekomendasi strategis dalam pertemuan dengan Badan Gizi Nasional pada Selasa (21/01/2025). Rekomendasi tersebut mencakup perbaikan distribusi, optimalisasi anggaran, dan pemberdayaan potensi lokal.

“Komite III DPD RI berkomitmen mengawal program ini hingga mencapai tujuan utamanya: meningkatkan kualitas gizi masyarakat secara merata dan berkelanjutan,” tutup Filep.**

(Syaf AL)

#Nasional

Index

Berita Lainnya

Index