iniriau.com,CIANJUR - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau menggelar Workshop Wartawan Lingkungan bertajuk "Memahami dan Menyajikan Karya Jurnalistik Terkait Bertema Isu-Isu Lingkungan Terkini", Rabu (27 - 28/9) di Cibodas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Kegiatan yang digelar di Resort Casa Monte Rosa, Jalan Raya Puncak Km 90, Ciloto, Kampung Parabon, Jawa Barat itu dihadiri oleh seratusan wartawan yang tergabung dalam PWI Provinsi Riau dan PWI kabupaten/kota se-Riau.
Workshop menghadirkan lima orang nara sumber, yakni wartawan Kompas Cornelius Helmy ya g juga Kepala Biro Kompas Jawa Barat, NP Rahadian, praktisi lingkungan dan penerima anugerah Kalpataru dari Presiden RI, serta Nunu Anugrah Kepala Biro Humas Kemen LHK, PR Manager SKK Migas Sumbagut,Yanin Kholison dan Budhi Firmansyah yang juga Humas RAPP-April Group.
Workshop dibuka Dewan Penasehat PWI Riau, Khazzaini KS. Menurut Kazzaini, masalah lingkungan termasuk isu seksi di Riau, mengingat di Riau banyak terdapat sumber daya alam yang dieksploitasi untuk hajat hidup masyarakatnya .
Seperti keberadaan jutaan hektar kebun sawit di Riau yang memiliki dampak negatif terhadap ekosistem hutan.
Secara ekologis dampak yang ditimbulkan adalah hilangnya keanekaragaman, perubahan pada ekosistem hutan, hilangnya keanekaragaman hayati dan juga ekosistem hujan hutan tropis dan juga hewan yang semakin punah.
Juga aktifitas pengeboran minyak bumi, serta penebangan hutan secara liar yang menyebabkan banjir dan pembakaran hutan dan laha sebagai penyebab kabut asap.
"Ini membuat wartawan di Riau tidak akan pernah lepas dari isu-isu masalah lingkungan hidup. Apa lagi Riau memiliki lahan sawit terbesar di dunia, sudah mengalahkan Malaysia," kata Kazzaini, Rabu (27/9/23).
*Resiko Kerja Wartawan*
Nara sumber dari Kompas, Cornelius Helmy menyinggung resiko-resiko yang dihadapi wartawan saat meliput isu lingkungan.
"Menulis isu lingkungan itu penting namun tidak mudah. Pasti akan ada intervensi bahkan ancaman dari berbagai pihak, terutama jika berurusan dengan korporasi. Wartawan harus memiliki pengetahuan yang mumpuni agar tulisan yang dihasilkan bisa dipertanggungjawabkan sekaligus membantu masyarakat," ujarnya.
Wartawan yang bergabung ke dalam Kompas sejak tahun 2005 itu kemudian membagikan pengalamannya saat meliput kerusakan lingkungan yang terjadi di Sungai Citarum.
"Waktu itu saya dituduh membuat berita hoaks, saya juga diteror. Syukurnya saya mendapat privilege berupa perlindungan dari teman-teman PWI dan kantor juga mengungsikan saya selama beberapa waktu," ujarnya.
Meski memiliki resiko yang terbilang besar, Helmy melanjutkan, wartawan tidak boleh gentar untuk menulis.
"Fokus titik liputan, sekalipun membahas lingkungan, harus tetap manusia. Bagaimana dampak apa yang terjadi pada lingkungan itu kepada kemanusiaan dan hajat hidup orang banyak," pungkasnya.*