Terkait Dugaan Kasus Suap dan Gratifikasi, KPK Tetapkan Walikota Dumai sebagai Tersangka

Selasa, 00 0000 | 00:00:00 WIB
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat konferensi pers di Gedung KPK.

Iniriau.com, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah sebagai tersangka terkait dengan dugaan suap dan gratifikasi.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan Zulkifli ditetapkan menjadi tersangka setelah menyuap Yaya Purnomo terkait dengan pengurusan anggaran DAK APBN-P Tahun 2017 dan APBN Tahun 2018 Kota Dumai.

"Tersangka ZAS diduga memberi uang total sebesar Rp550 juta dalam bentuk dolar Amerika, dolar Singapura dan rupiah pada Yaya Purnomo dan kawan-kawan," kata Laode ketika konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (3/5/2019).

Selain itu, Zulkifli juga diduga menerima gratifikasi berupa uang Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta. Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan tersangka.

"Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018. Itu berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja," imbuhnya.

Sebelumnya KPK telah melakukan pendalaman terhadap dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018 yang diawali dengan OTT pada Mei 2018 di Jakarta.

Dalam pokok perkara yang diawali dengan OTT tersebut, KPK mengamankan uang sebesar Rp400 juta. KPK juga menetapkan empat orang tersangka, yakni Anggota Komisi XI DPR RI Amin Santono, Eka Kamaluddin, Kasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo dan Ahmad Ghiast.

Atas perbuatannya tersebut, Zulkifli dianggap melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, ia juga diduga melanggar Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Mediaindonesia)
 

Terkini