iniriau.com, PEKANBARU – Gubernur Riau Abdul Wahid akhirnya turun langsung menemui ribuan massa yang menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Riau, Rabu (18/6/2025). Massa yang tergabung dalam aliansi masyarakat Pelalawan ini menyuarakan penolakan terhadap rencana relokasi dari kawasan hutan lindung Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Sebelumnya, Wahid sempat menggelar pertemuan tertutup dengan perwakilan massa. Usai mediasi, ia bersama Kapolda Riau naik ke mobil komando untuk menyampaikan hasilnya.
“Aspirasi sudah kami terima. Tidak boleh ada yang diperlakukan seperti anak tiri dan anak kandung. Semua warga adalah bagian dari kita,” ujar Wahid.
Gubri menegaskan bahwa kebijakan relokasi merupakan langkah yang tak bisa dihindari, namun akan ditempuh dengan cara yang adil dan manusiawi. Pemerintah, menurutnya, tidak boleh bersikap semena-mena terhadap warga.
“Relokasi ini tidak bisa dihindari. Tapi teknisnya masih dibahas. Tidak boleh ada yang merasa ditinggalkan, ditekan, atau dikorbankan sepihak,” tegasnya.
Pemerintah tengah menyiapkan skema relokasi menyeluruh, termasuk memastikan keberlanjutan pendidikan anak-anak serta mata pencaharian warga yang terdampak.
“Kalau relokasi, ke mana tempatnya? Bagaimana nasib anak-anak sekolah? Orang tua, bagaimana tetap bisa mencari nafkah? Ini semua harus jadi pertimbangan bersama,” ucap Wahid.
Dalam pernyataannya sebelumnya, Wahid sudah menegaskan bahwa relokasi warga dari kawasan TNTN merupakan keputusan final.
“Relokasi itu pasti. Pola dan teknisnya yang sedang kita bahas agar adil dan manusiawi,” kata Wahid, Senin (16/6/2025).
Pemerintah Provinsi Riau bersama Polda dan Korem 031/Wira Bima telah membentuk tim khusus untuk menangani persoalan ini. Pendekatan yang digunakan akan berbasis data dan mengedepankan keadilan, termasuk membedakan antara warga lokal dan pendatang yang diduga dikoordinir oleh cukong.
Wahid juga meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu. Ia menjamin penyelesaian konflik dilakukan secara dialogis.
Menanggapi keberadaan perkebunan sawit di kawasan TNTN, Wahid menyebut pemerintah akan melakukan pemetaan berbasis roadmap konservasi yang telah disusun.
“Mana yang bisa dipertahankan, mana yang harus ditumbangkan — semua akan dibahas secara dialogis. Lingkungan dan kehidupan manusia harus berjalan seimbang,” ujarnya.
Ia juga menyinggung dampak krisis iklim akibat kerusakan lingkungan yang kian terasa. Karena itu, Wahid mengajak semua pihak untuk mulai menata ulang kawasan hutan.
“Jika lingkungan tertata, insyaallah semua akan merasa bahagia,” pungkasnya.
Aksi penolakan relokasi terus bergulir. Ribuan warga dari Pelalawan menyuarakan keberatan mereka terhadap kebijakan relokasi, yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat kecil.
Langkah penertiban kawasan TNTN menjadi sorotan nasional menyusul penyitaan lahan seluas 81.793 hektare di Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga oleh Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH), pada 10 Juni lalu. Lahan itu diklaim sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan hukum.
Pemerintah memberi tenggat waktu tiga bulan bagi warga untuk melakukan relokasi secara sukarela. Namun, sebagian warga menolak karena merasa telah mengelola dan membeli lahan secara sah.**