iniriau.com, PEKANBARU - Provinsi Riau tengah menghadapi tantangan serius di sektor ketenagakerjaan. Lebih dari 3.000 kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) tercatat, menempatkan Riau sebagai provinsi dengan jumlah PHK tertinggi kedua secara nasional.
Gubernur Riau, Abdul Wahid, menyebut bahwa lonjakan ini sebagian besar terjadi akibat penurunan produksi kelapa rakyat, yang berdampak langsung pada industri pengolahan kelapa seperti PT Sambu di Indragiri Hilir—penyumbang terbesar angka PHK di Riau.
“Biasanya, dari satu hektar kebun kelapa bisa dihasilkan hingga 10.000 butir dalam beberapa bulan. Sekarang, hasilnya tinggal separuh,” ujar Wahid, saat menghadiri pertemuan bersama Badan Pusat Statistik (BPS) Riau, Selasa (8/4/2025).
Menurutnya, penurunan produksi mencapai 50 persen ini bukan disebabkan oleh kebijakan ekspor, melainkan faktor alam, usia tanaman yang sudah tua, serta masalah tata kelola air yang memicu intrusi air laut.
Kondisi ini tidak hanya mengancam kelangsungan industri, tetapi juga berdampak besar terhadap kesejahteraan petani dan tenaga kerja. Wahid pun menekankan pentingnya data sebagai fondasi kebijakan pemerintah. Ia berharap BPS dapat menyajikan informasi yang komprehensif, mulai dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPK), Nilai Tukar Petani (NTP), hingga data ekspor dan impor.
“Tanpa data yang rinci dan tepat, kita sulit menentukan intervensi yang efektif. Terutama dalam mengatasi kemiskinan ekstrem, kita perlu tahu di mana letak masalahnya, siapa yang terdampak, dan solusi apa yang paling masuk akal,” tegas Wahid.
Dengan tekanan ekonomi yang semakin berat, Pemerintah Provinsi Riau kini berpacu untuk mencari jalan keluar berbasis data, agar setiap kebijakan benar-benar menjawab kebutuhan di lapangan.**