Pemerintah Daerah Sibuk Urusan Hukum, Bagaimana Ekonomi dan Investasi akan Tumbuh?

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:48:47 WIB

Oleh Zulkarnain Kadir Pengamat Hukum dan Pemerhati Birokrasi

DI TENGAH  harapan pertumbuhan ekonomi dan percepatan pembangunan Riau, publik justru disuguhi pemandangan yang berulang : operasi tangkap tangan (OTT), penggeledahan kantor dan rumah pejabat, hingga kepala daerah dan elite birokrasi dipanggil aparat penegak hukum.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius di masyarakat: bagaimana ekonomi mau tumbuh dan pemerintahan bisa bekerja optimal, jika pemimpinnya terus berada dalam pusaran persoalan hukum?

Aktivitas ekonomi membutuhkan kepastian kebijakan dan stabilitas kepemimpinan. Namun ketika kepala daerah, pejabat strategis, hingga pimpinan lembaga daerah harus bolak-balik diperiksa, roda pemerintahan ikut tersendat. Keputusan tertunda, proyek strategis melambat, dan anggaran tak terserap maksimal.

Di lapangan, dampaknya terasa nyata. Investor memilih menunggu. Dunia usaha menahan ekspansi. ASN di daerah bekerja dalam suasana waswas, takut menandatangani dokumen, enggan mengambil keputusan, dan lebih memilih bermain aman daripada berisiko terseret perkara hukum.

Akibatnya, birokrasi menjadi kaku. Program pembangunan kehilangan momentum. Target pertumbuhan ekonomi hanya tinggal angka di atas kertas.

Namun publik juga paham, OTT dan penggeledahan bukanlah penyebab utama persoalan. Aparat penegak hukum bekerja karena ada dugaan tindak pidana. Artinya, yang menjadi soal bukan penindakan, melainkan mengapa praktik korupsi terus berulang dalam sistem pemerintahan.

Jika kepemimpinan bersih dan tata kelola dijalankan dengan benar, tidak akan ada ketakutan berlebihan terhadap pemeriksaan hukum. Sebaliknya, aparat hukum justru menjadi mitra dalam menjaga pemerintahan tetap berada di jalur yang benar.

Realitas hari ini menunjukkan, persoalan ekonomi dan hukum di daerah saling berkaitan erat. Pemerintahan yang tersandera kasus hukum akan sulit mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun ekonomi yang ingin tumbuh sehat juga menuntut pemerintahan yang berintegritas.

Tanpa pembenahan serius terhadap sistem dan mental kepemimpinan, siklus OTT, penggeledahan, dan pemeriksaan hanya akan terus berulang dan daerah kembali menjadi korban. Ekonomi bisa tumbuh dan bergerak  itu butuh kepastian, kepercayaan, dan stabilitas kepemimpinan.
Tapi yang terjadi, hampir setiap waktu rakyat disuguhi kabar:
pejabat di-OTT, rumah pejabat digeledah, kantor pemerintahan disegel, satu per satu jadi tersangka.

Investor menahan diri.
Siapa yang berani tanam modal kalau kepala daerahnya sibuk bolak-balik diperiksa?
Tanda tangan proyek tertahan, keputusan strategis ditunda, pejabat bawahan takut ambil risiko.

Birokrasi jadi lumpuh.
ASN bukan malas, tapi takut salah.
Lebih aman diam daripada diseret hukum.
Akibatnya? Program jalan di tempat, serapan anggaran rendah, ekonomi lokal mandek.

Pemimpin kehilangan fokus. Bagaimana mau mikirkan inflasi, lapangan kerja, kemiskinan,
kalau energi habis untuk klarifikasi, panggilan penyidik, dan pembelaan diri?

Tapi, itu bukan salah penegak hukum.

OTT, penggeledahan, dan pemeriksaan itu obat pahit, bukan penyakitnya.
Penyakitnya adalah:
kekuasaan tanpa integritas, kebiasaan main proyek, anggaran dijadikan bancakan, jabatan dianggap modal balik modal.

Kalau pemimpinnya bersih,
KPK, kejaksaan, dan polisi tak akan sibuk di daerah.

Jadi persoalannya bukan:  “Kenapa ekonomi terganggu karena OTT?”

Tapi pertanyaan jujurnya: Kenapa sejak awal sistem dan pemimpinnya dibiarkan korup?

Tanpa bersih-bersih, ekonomi memang tak akan sehat. Tapi tanpa pemimpin berintegritas,
bersih-bersih tak akan pernah selesai.**

Tags

Terkini