Oleh Zulkarnain Kadir Pengamat Hukum dan Pemerhati Birokrasi
JANGAN lagi ada pejabat Riau yang berpura-pura kaget. Ketika KPK menggeledah dari tingkat provinsi sampai kabupaten Inhu, itu bukan musibah dadakan. Itu akumulasi dosa yang dipelihara bertahun-tahun.
Riau bukan miskin. Riau bukan daerah tertinggal. Riau kaya sumber daya, kaya anggaran, kaya proyek. Yang miskin hanya satu, integritas pengelolanya.
Penggeledahan beruntun ini menampar wajah kekuasaan. Menunjukkan bahwa selama ini pengawasan internal hanyalah ornamen, laporan hanya formalitas, dan jargon “bersih” hanya hiasan spanduk.
Jika sistem bekerja, KPK tak perlu masuk sejauh ini. Jika pejabat jujur, tak perlu takut dokumen dibuka. Jika uang rakyat dikelola benar, tak perlu panik saat pintu diketuk.
Tapi faktanya, KPK datang dan pintu terbuka paksa. Ini bukan sekadar soal hukum. Ini soal moral kepemimpinan. Saat rakyat sibuk bertahan hidup, segelintir elite sibuk mengatur skema. Saat daerah bicara pembangunan, sebagian pejabat sibuk mengamankan jejak.
Lebih menyakitkan, setiap kasus selalu dibungkus kalimat lama: “Ini oknum.” Padahal yang rusak bukan satu orang, tapi pola.
Riau seperti rumah besar yang tampak megah dari luar, tapi fondasinya rapuh karena rayap dari dalam. Dan KPK kini sedang membongkar lantainya, satu per satu.
Pesannya tegas:
Tak ada jabatan yang suci. Tak ada kekuasaan yang kebal. Tak ada masa lalu yang benar-benar aman.
Jika setelah ini Riau masih sibuk membela diri, menyalahkan keadaan, dan menuding politik, maka penggeledahan hari ini hanyalah awal dari aib yang lebih panjang.
Riau tidak sedang diserang. Riau sedang ditunjukkan cerminnya. Dan cermin itu berkata jujur yang paling merusak Riau, bukan KPK melainkan para pengelolanya sendiri..Penggeledahan beruntun oleh KPK RI di Provinsi Riau hingga Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) bukan peristiwa biasa. Ini pertanda serius bahwa ada masalah sistemik, bukan sekadar kesalahan individu.
1. Pertanda Korupsi Tidak Berdiri Sendiri
Penggeledahan dari provinsi sampai kabupaten menunjukkan alur uang dan keputusan saling terhubung. Ada rantai kebijakan, bukan kasus tunggal. Dugaan korupsi kemungkinan lintas level kekuasaan. Jika hanya aktor kecil, tak perlu menjalar sejauh ini.
2. Pertanda KPK Sudah Pegang Peta Besar
KPK tidak bekerja dengan intuisi, tetapi berdasarkan laporan transaksi, dokumen, dan keterangan saksi. Penggeledahan biasanya tahap lanjut, bukan awal. Artinya puzzle besar sedang disusun. Biasanya, tersangka tinggal menunggu waktu.
3. Pertanda sistem pengawasan daerah gagal
Maraknya penggeledahan menandakan Inspektorat lemah. APIP tak berfungsi optimal. Pengawasan internal hanya formalitas, Pengawasan dewan tidak berjalan. Jika sistem berjalan, KPK tak perlu turun sedalam ini.
4. Pertanda ujian moral bagi elite Riau
Ini bukan hanya soal hukum, tapi ujian integritas pejabat. Ujian kejujuran kekuasaan. Ujian keberanian untuk bersih. Riau diuji berbenah atau tenggelam dalam skandal berulang.
5. Pertanda “Alarm Keras” bagi Seluruh Kepala Daerah
Penggeledahan ini pesan langsung “Tak ada wilayah aman, tak ada jabatan kebal.” Bupati, wali kota, OPD, hingga legislatif harus sadar. Zaman aman bermain anggaran sudah lewat. Dokumen lama bisa jadi bom waktu
6. Pertanda Riau butuh terapi total
Bukan sekadar OTT. Reformasi tata kelola. Audit total proyek strategis.Transparansi anggaran berbasis data. Pembersihan budaya patronase. Tanpa itu, penggeledahan hanya akan berulang.
Penggeledahan KPK dari provinsi sampai Inhu adalah pertanda keras: Riau sedang sakit, dan KPK datang sebagai diagnosis, bukan basa-basi. Pertanyaannya bukan “siapa lagi yang digeledah?”, tetapi “siapa yang siap bertanggung jawab?” **