Pekanbaru, iniriau.com - Korporasi yang akan membuka lahan konsesi di Riau diharuskan memiliki sertifikat FSC, untuk meminimalisir konflik antara perusahaan dengan masyarakat.
Forest Stewardship Council (FSC) adalah organisasi nirlaba yang menetapkan standar global untuk pengelolaan hutan yang legal, ramah lingkungan, berkeadilan sosial dan berkelanjutan.
Dari Dialog Pemangku Kepentingan Implementasi Kebijakan Remediasi Forest Stewardship Council (FSC), sertifikasi FSC menjadi solusi bagi konflik sosial, ekonomi dan lingkungan, atas pembukaan lahan konsesi di Riau.
Hal ini disampaikan Asisten II Pemprov Riau Helmi D saat membuka secara resmi kegiatan dialog pemangku kepentingan, Rabu (3/12) di hotel Pangeran, Pekanbaru.
"Pemprov Riau mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Petala Unggul Gesang (PUG) dalam mendisiplinkan korporasi untuk memaksimalkan kontribusinya di masyarakat," ujar Helmi D, saat diwawancara iniriau.com, usai pembukaan acara Dialog Pemangku Kepentingan tersebut.
Helmi berharap melalui proses sertifikasi ini, konflik antara korporasi dan masyarakat sekitar bisa diminimalisir.
"Ya, dengan proses sertifikasi FSC ini kita harapkan konflik sosial dan lingkungan yang terjadi selama ini bisa dieliminasi. Jadi jangan sekedar konsep diatas kertas saja, tetapi benar-benar langsung dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat," ujar Helmi D lagi.
Pada dialog Pemangku Kepentingan tersebut turut hadir Wakil Bupati Kuantan Singingi Mukhlisin, Sekda Kabupaten Indragiri Hulu Zulfahmi Adrian, Kabag Hukum Pemkab Siak Asharafi, dan Bupati Pelalawan Zukri.
Keempat pejabat daerah ini mendukung program sertifikasi SFC untuk korporasi yang beroperasi di daerahnya. Mereka berharap korporasi bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat.
"Pertama, kita apresiasi kegiatan yang dilaksanakan oleh Petala Unggul Gesang. Lalu, kita berharap melalui proses sertifikasi ini bisa menjadi daya ungkit bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah," ujar Sekdakab Indragiri Hulu Zulfahmi Adrian, Rabu siang.
*APRIL : Kami Siap*
Sementara itu, sejumlah perusahaan yang tergabung dalam APRIL Grup, salah satunya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) mengatakan jika pihak perusahaan sudah mempersiapkan keikutsertaannya.
"Kita sudah mempersiapkan semuamya untuk mengikuti proses sertifikasi ini. Kita akui tahapan yang dilalui cukup berat karena ada tahapan dimana perusahaan diminta untuk menanam kembali hutan yang sudah dipakai tersebut. Tapi kita optimis bisa melaluinya," ujar perwakilan PT RAPP, Wan Jalil menjelaskan.
Pada kesempatan itu, salah satu perwakilan masyarakat dari 10 desa di empat kabupaten di Riau tersebut, berharap desanya bisa keluar dari kawasan konsesi perusahaan.
"Saya berharap, desa Setiang, tempat tinggal kami, di Kabupaten Kuantan Singingi, bisa keluar dari kawasan konsesi ini," ujar Dedi Hamzah, warga dari Desa Setiang, Kabupaten Kuantan Singingi.
Saat ditanya apa saja kendala selama tinggal dikawasan hutan konsesi, Dedi menjelaskan jika selama ini warga desanya susah untuk berkembang.
"Kita selama ini sulit untuk berkembang, susah berkomunikasi dengan pihak luar karena minimnya jaringan. Selain itu, kita juga kesulitan untuk mengurus keperluan dokumen administrasi sebagai warga di daerah," tutup Dedi mengakhiri penjelasannya.
Pada dialog Pemangku Kepentingan tersebut hadir sebagai narasumber Soeryo Ariwibowo dengan menghadirkan materi Pengelolaan Kolaboratif Sumber Daya Alam dan Lingkungan dalam Konteks Remediasi FSC.
Diikuti oleh penjelasan dari narasumber Mahir Makaka tentang Proses Dialog Moderasi Tingkat Desa dan Pemahaman Masyarakat di Lapangan.
Forest Stewardship Council adalah organisasi nirlaba yang menetapkan standar global untuk pengelolaan hutan yang legal, ramah lingkungan, berkeadilan sosial dan berkelanjutan.
Organisasi ini melakukan proses sertifikasi berdasarkan tindakan yang disepakati dan terukur melibatkan kepentingan umum.**