FSC Diimplementasikan di Riau, Korporasi Wajib Kantongi Sertifikasi Dukung Pemulihan Hutan

Selasa, 02 Desember 2025 | 21:21:57 WIB
Dialog Implementasi Kebijakan Remediasi Forest Stewardship Council (FSC), Selasa (2/11) di Pekanbaru (foto: istimewa)

iniriau.com, Pekanbaru – Menyikapi meningkatnya degradasi dan deforestasi hutan di Riau, Petala Unggul Gesang (PUG) mulai mensosialisasikan Kebijakan Remediasi Forest Stewardship Council (FSC) untuk pertama kalinya di provinsi ini. Kebijakan tersebut diharapkan menjadi mekanisme pemulihan hutan yang lebih terintegrasi, mencakup aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi. Implementasinya direncanakan mulai berjalan pada tahun 2026.

Riau dipilih sebagai provinsi pertama untuk sosialisasi kebijakan ini karena kompleksitas persoalan deforestasi serta dampak yang ditimbulkannya terhadap masyarakat. Hingga kini, empat kabupaten telah mengikuti sosialisasi, yakni Pelalawan, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, dan Siak.

Dalam pelaksanaannya di lapangan, perusahaan diwajibkan melalui serangkaian uji untuk memperoleh sertifikasi FSC. Hal tersebut disampaikan dalam Dialog Implementasi Remedial FSC yang digelar Selasa (2/11) di salah satu hotel di Pekanbaru.

“Kita optimis remediasi FSC dapat diterapkan di Riau meskipun mekanismenya cukup ketat. Sosialisasi juga sudah dilakukan di 10 desa di empat kabupaten. Sertifikasi ini menjadi indikator sejauh mana keseriusan korporasi dalam memulihkan hutan,” ujar Direktur PUG, Nazir Foad, saat diwawancarai iniriau.com, Selasa sore.

Ketika ditanya mengenai konsekuensi bagi perusahaan yang tidak memiliki sertifikasi FSC, Nazir menegaskan bahwa korporasi akan menghadapi hambatan besar dalam pemasaran produk.

“Perusahaan yang tidak memiliki sertifikat FSC akan menghadapi kesulitan memasarkan produknya. Semacam embargo produk. Itu konsekuensinya, jadi mau tidak mau harus ikut,” jelasnya.

Dialog tersebut juga menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Guru Besar IPB Dr. Soeryo Adiwibowo yang membawakan materi tentang Pengelolaan Kolaboratif Sumber Daya Alam dan Kebijakan Lingkungan terkait upaya remediasi FSC, serta Mahir Takaka dari Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) yang memaparkan materi mengenai proses dialog di tingkat desa serta tantangan pemahaman masyarakat di lapangan.

PUG dijadwalkan melanjutkan Agenda Dialog Pemangku Kepentingan pada Rabu (3/12), yang akan dihadiri sekitar 200 peserta dari berbagai unsur, termasuk pemerintah, akademisi, masyarakat, LSM, korporasi, serta pihak terkait lainnya yang memiliki peran penting dalam pelaksanaan Kebijakan Remediasi FSC di Provinsi Riau.**

 

Tags

Terkini