Oleh: Zulkarnain Kadir, Pengamat hukum dan Birokrasi
TIDAK adanya kepastian hukum dalam proses penyidikan kasus SPPD Fiktif di lingkungan Sekretariat Dewan Provinsi Riau kembali menjadi sorotan publik. Kasus ini disebut-sebut merugikan negara mencapai hingga Rp190 miliar. Lambannya penetapan status hukum dan tidak jelasnya arah penyidikan menjadi alasan kuat bagi pihak yang berkepentingan untuk mengajukan praperadilan.
Publik Riau menilai bahwa penyidikan yang berlarut-larut tanpa kejelasan status tersangka atau penghentian perkara dapat dikategorikan sebagai bentuk ketidakpastian hukum. Salah satu unsur untuk mengujinya adalah melalui mekanisme praperadilan di pengadilan negeri.
Ada beberapa indikator yang dapat menimbulkan ruang gugat:
1. Tidak transparannya progres penyidikan. Meski dugaan kerugian negara sangat besar, publik tidak mendapatkan update yang memadai mengenai tahapan penyidikan, siapa saja yang telah diperiksa, dan kapan kesimpulan perkara akan diumumkan.
2. Keterlambatan penetapan status hukum. Jika penyidik tidak segera menentukan apakah seseorang layak menjadi tersangka atau tidak, maka penundaan tersebut dapat dipandang sebagai tindakan sewenang-wenang yang merugikan hak hukum seseorang.
3. Potensi malaadministrasi dan penyalahgunaan kewenangan. Ketika penyidik tidak memberikan kejelasan, pihak-pihak yang merasa dirugikan secara prosedural dapat menempuh jalur praperadilan untuk menguji legalitas tindakan penyidik.
4. Dampak besar kasus terhadap keuangan daerah. Dengan nilai dugaan kerugian mencapai Rp190 miliar, publik menuntut agar penyidikan dilakukan cepat, terukur, dan tidak terkesan “ditahan-tahan” karena menyangkut uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk pelayanan publik.
Dalam konteks ini, pengajuan praperadilan bukan hanya langkah hukum, tetapi juga mekanisme kontrol publik agar penyidik bekerja sesuai prosedur dan tidak membiarkan perkara menggantung tanpa arah.
Kalangan masyarakat sipil di Riau berharap proses penyidikan tidak berhenti di tengah jalan. Mereka menuntut agar aparat penegak hukum membuka proses secara lebih transparan, menetapkan status hukum para pihak, dan memberikan kepastian apakah kasus besar di Setwan Riau ini benar-benar dituntaskan atau justru makin kabur.
Jika ketidakpastian terus berlangsung, praperadilan kemungkinan besar akan menjadi jalan uji formil untuk memastikan bahwa penegakan hukum di Riau tidak berjalan di ruang abu-abu.**