Duka Konservasi Riau Bertambah, Anak Gajah Laila Mati di Usia 1,5 Tahun

Senin, 24 November 2025 | 10:14:21 WIB
Anak gajah Laila saat masih hidup (foto: istimewa)

iniriau.com, PEKANBARU – Kabar duka kembali datang dari Pusat Konservasi Gajah (PKG) Sebanga, Bengkalis. Seekor anak gajah betina bernama Laila, berusia 1 tahun 6 bulan, mati pada 22 November 2025. Laila merupakan anak gajah dari pasangan gajah latih Puja dan Sarma.

Kepala Balai Besar KSDA Riau, Supartono, membenarkan kematian Laila. Ia mengatakan tim dokter hewan sudah melakukan nekropsi dan pengambilan sampel jaringan untuk diperiksa di laboratorium.

“Kami masih menunggu hasil laboratorium untuk memastikan penyebab kematian Laila. Beberapa hari sebelumnya, Laila memang terlihat kurang aktif, namun nafsu makan dan minumnya masih baik,” ujar Supartono.

Kematian Laila menjadi kehilangan besar bagi upaya konservasi, terlebih karena ia adalah individu betina yang sangat penting bagi regenerasi populasi gajah sumatera. Supartono menyebut kasus ini menambah panjang daftar anak gajah yang mati di Riau sepanjang 2025.

Sebelum Laila, dua anak gajah betina lainnya juga mati dalam kondisi berbeda. Pada 21 April 2025, seekor bayi gajah bernama Yuni, yang baru berusia tiga bulan, mati setelah sebelumnya ditemukan terpisah dari kelompoknya di Kampar. Meski telah diupayakan pengasuhan oleh gajah betina Puja dan Lela, Yuni mengalami penolakan induk asuh.

“Hasil nekropsi menunjukkan Yuni mengalami pneumonia dan radang pada lambung serta usus. Kondisinya diperparah oleh trauma dan stres karena proses adopsi yang gagal,” jelas Supartono.

Kasus lain terjadi pada 10 September 2025 di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Seekor anak gajah betina bernama Tari, berusia dua tahun, mati akibat Virus EEHV (Elephant Endotheliotropic Herpes Virus). Tari yang lahir pada 31 Agustus 2023 dari induk bernama Lisa itu bahkan sempat menjadi perhatian publik dan diangkat sebagai anak serta warga kehormatan oleh Kapolda Riau.

Supartono menegaskan bahwa kematian tiga anak gajah betina dalam waktu tujuh bulan merupakan pukulan telak bagi dunia konservasi di Riau.

“Ini kehilangan besar. Betina adalah fondasi regenerasi populasi. Situasi ini harus menjadi bahan evaluasi menyeluruh bagi strategi konservasi kita,” katanya.

BBKSDA Riau kini tengah memperkuat langkah pencegahan, mulai dari penanganan penyakit menular, pengurangan stres pada anak gajah, hingga perbaikan pola pengasuhan di pusat konservasi. “Kami akan berupaya maksimal agar kejadian seperti ini tidak terulang,” tutup Supartono.**

Tags

Terkini