iniriau.com, Jakarta – Rencana redenominasi rupiah kembali jadi sorotan setelah muncul dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029. Namun, Bank Indonesia (BI) menegaskan belum akan melaksanakan penyederhanaan nilai mata uang tersebut dalam waktu dekat.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya saat ini masih memprioritaskan upaya menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional di tengah dinamika global yang terus berubah.
“Yang berkaitan dengan redenominasi, tentu saja kami pada saat ini lebih fokus menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Itu yang menjadi fokus kami sekarang,” ujar Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (12/11/2025).
Perry menegaskan, kebijakan redenominasi membutuhkan perencanaan matang serta waktu persiapan yang panjang sebelum benar-benar diterapkan.
“Apalagi redenominasi memerlukan timing dan persiapan yang lebih lama,” tambahnya.
Sebelumnya, rencana redenominasi rupiah disebut dalam PMK Nomor 70 Tahun 2025. Pemerintah menargetkan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah dapat rampung pada tahun 2027.
Dalam beleid tersebut, redenominasi dinilai penting untuk meningkatkan efisiensi perekonomian, menjaga kesinambungan pertumbuhan nasional, memperkuat daya beli masyarakat, serta meningkatkan kredibilitas rupiah di mata internasional.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan kebijakan redenominasi sepenuhnya menjadi kewenangan Bank Indonesia. Ia menegaskan, pelaksanaan program ini belum akan direalisasikan dalam waktu dekat.
“Redenom itu kebijakan bank sentral dan nanti akan diterapkan sesuai kebutuhan pada waktunya. Tapi jelas, bukan sekarang dan bukan tahun depan,” kata Purbaya saat ditemui di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (10/11).
Dengan demikian, masyarakat diimbau untuk tidak salah tafsir terhadap rencana redenominasi yang masih dalam tahap kajian jangka panjang. Pemerintah dan BI masih akan terus fokus menjaga stabilitas ekonomi serta nilai tukar rupiah agar tetap kuat menghadapi tekanan global.**