Kejari Tahan Mantan Ketua DPRD Kuansing dalam Kasus Hotel Rp47 Miliar

Senin, 20 Oktober 2025 | 14:13:17 WIB
mantan Ketua DPRD Kuansing Muslim saat digiring petugas Kejari Kuansing (foto: istimewa)

iniriau.com, KUANSING – Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi (Kejari Kuansing) menahan H Muslim, mantan Ketua DPRD Kuansing, terkait dugaan korupsi proyek pembangunan Hotel Kuantan Singingi tahun anggaran 2013–2014. Penahanan dilakukan pada Senin (20/10/2025) setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) menerima pelimpahan tahap II dari penyidik Pidsus Kejaksaan Negeri Siak.

Pelimpahan tersangka dan barang bukti dipimpin Kasi Pidsus Resky Pradhana Romly, disaksikan langsung oleh Kajari Kuansing Sahroni. Kasi Intelijen Kejari Kuansing, Sunardi Ependi, mengatakan proses hukum dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap. “Semua unsur sudah terpenuhi. Penahanan dilakukan untuk kepentingan penuntutan dan memastikan tersangka kooperatif,” ujarnya.

Penetapan tersangka H Muslim didasarkan pada alat bukti yang sah sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Dari hasil penyelidikan, perbuatan tersangka disebut menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah besar.

Kasus ini berawal dari kebijakan Bupati Kuansing kala itu, H Sukarmis, yang memindahkan lokasi proyek hotel ke kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tanpa kajian kelayakan. Pemerintah daerah kemudian menganggarkan Rp5,3 miliar untuk pembebasan lahan dan Rp47,7 miliar untuk pembangunan fisik hotel melalui dana APBD.

Dalam proses pembahasan anggaran, H Muslim disebut berperan aktif menyetujui dan mengesahkan proyek tanpa dasar perencanaan yang sah. Penyidik menemukan adanya rekayasa administrasi serta penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian nyata terhadap keuangan daerah.

Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk dengan nilai kontrak Rp46,5 miliar dan selesai pada April 2015. Namun, bangunan hotel megah itu hingga kini terbengkalai karena tak memiliki dasar hukum pengelolaan, seperti perda penyertaan modal atau pembentukan BUMD.

Audit BPKP dan BPK RI menemukan kerusakan bangunan mencapai 56,32 persen, menandakan aset daerah itu terbengkalai dan menimbulkan kerugian besar bagi negara.

“Penanganan kasus ini menjadi bukti keseriusan kami menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Siapa pun yang terlibat dan merugikan negara akan diproses,” tegas Sunardi.**
 

Tags

Terkini