Iniriau.com, JAKARTA - Masyarakat Indonesia dibuat geger dengan berita dari Korea Selatan terkait dugaan eksploitasi ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal berbendera China. Para WNI dilaporkan bekerja di luar batas wajar, bahkan ada yang meninggal dan jasadnya dilarung ke laut.
Guru Besar Politik Internasional Universitas Pelita Harapan Aleksius Jemadu meminta agar Kementerian Luar Negeri melaksanakan pemeriksaan yang menyeluruh karena ini menyangkut martabat bangsa. Duta Besar China di Indonesia wajib dimintai klarifikasi dan jaminan agar kasus ini tak terulang.
"Kita harus menyatakan protes yang keras dan meminta jaminan bahwa itu diselidik secara seksama untuk memberikan keadilan kepada warga kita yang diperlakukan seperti itu, dan juga mendapat jaminan itu tak terulang lagi," ujar Aleksius, Kamis (7/5/2020).
Aleksius menegaskan, Kementerian Luar Negeri mendapat amanat dari konstitusi agar melindungi WNI ABK di luar negeri. Pemerintah diharap tidak mundur untuk menyelesaikan kasus ini.
Kasus ini diharapkan tuntas karena menyangkut martabat Indonesia di dunia internasional. Aleksius meminta agar kasus ABK ini tidak masuk "peti es" karena bisa memberikan preseden buruk.
"Tidak didiamkan, tidak dipetieskan, karena kalau dipetieskan itu menjadi preseden di mana kedaulatan kita dan perlindungan kepada negara itu dilanggar begitu saja oleh negara asing," ujarnya.
"Ini menyangkut martabat bangsa juga di mata dunia."
Secara politik luar negeri, Indonesia berhak menuntut klarifikasi tanggung jawab dari China terkait kasus ABK ini.
"Dari segi politik luar negeri kita, itu suatu tindakan yang tak bisa kita terima dan kita berhak untuk menuntut penjelasan yang tuntas, komprehensif, mengapa itu terjadi, dan ke depannya kita minta jaminan tidak terulang lagi," tegas Aleksius.
Sementara, pihak Kementerian Luar Negeri Indonesia sudah mengakui adanya pelarungan ini. Dalam keterangannya, pihak China mengaku pelarungan jenazah sudah sesuai peraturan.
Akan tetapi, Kemlu RI tidak membahas dugaan eksploitasi ABK yang diduga bekerja hingga 30 jam.
"Dalam penjelasannya, Kemlu RRT menerangkan bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktek kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya," tulis keterangan resmi Kemlu.**
Sumber : Liputan6