Ribuan Kepala Desa Lakukan Tuntutan Perpanjangan Masa Jabatan di DPR RI
nasional | Rabu, 18 Januari 2023
Editor : Fara Amelia | Reporter : Fra
|
![]() Sekjen Seknas FITRA Misbah Hasan. (foto:ist)
|
Iniriau.com, JAKARTA – Ribuan Kepala Desa se-Indonesia melakukan aksi untuk menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa yang sebelumnya enam tahun menjadi sembilan tahun di gedung DPR RI, Senayan, Selasa (17/01/23). Para kepala desa mendesak agar DPR segera melakukan revisi pasal 39 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Demo Kepala Desa menuai banyak kritik dari eleman masyarakat, bahwasanya aksi perpanjangan jabatan kepala desa hanyalah demi kepentingan kepala desa bukan masyarakat. Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mewacanakan perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam menjadi sembilan tahun, didasari oleh dua hal, yaitu: Pertama, produktifitas Kepala Desa. Dengan masa jabatan 9 tahun, kepala desa memiliki waktu lebih banyak untuk mensejahterakan masyarakat dan pembangunan desa lebih efektif. Perpanjangan masa jabatan bukan bentuk arogansi, tetapi kebutuhan menyelesaikan konflik pasca pilkades. Perpanjangan masa jabatan kades tetap dibatasi selama 18 tahun atau dua periode; Kedua, Meredam ketegangan dan polarisasi politik pasca Pilkades. Selama ini masyarakat sering terbelah akibat perbedaan pilihan calon kepala desa dan berdampak pada berkurangnya produktifitas masyarakat serta banyaknya aktifitas desa terbengkalai. Ketegangan dan polarisasi dapat diredam jika masa jabatan kepala desa ditambah. Setidaknya dua wacana tersebut digulirkan sebagai pintu masuk mendorong percepatan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Pertanyaannya, apakah revisi Undang- Undang Desa sudah mendesak dilakukan? Apakah telah dilakukan kajian mendalam dan komprehensif terhadap implementasi UU Desa yang telah berjalan selama ini, sehingga muncul kebutuhan mendesak revisi UU Desa? Menyikapi hal tersebut, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi (Seknas FITRA) bersama Simpul Jaringan (Sijar) berpandangan bahwa revisi Undang-Undang Desa saat ini belum mendesak dilakukan. FITRA justru mendorong agar pemerintah fokus pada perbaikan kualitas dan mandat UU Desa, diantaranya mandatory spending untuk memperkuat ruang fiskal di desa serta melakukan perbaikan regulasi pelaksanaan UU Desa agar tidak overlap. Hal ini didasari pada pokok-pokok pikiran dan pertimbangan sebagai berikut:
berdampak koruptif, manipulatif, dan mobilisasi. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukan korupsi keuangan desa masuk daftar tiga besar korupsi terbanyak di Indonesia dengan 601 kasus korupsi yang melibatkan 686 tersangka berasal dari aparatur desa. (KPK Tahun 2022).
Di samping itu, pemerintah daerah juga diminta berkomitmen mengalokasikan ADD minimal 10 % dari DAU plus DBH dan bagi hasil pajak serta retribusi daerah untuk desa. Posisi daerah yang telah memenuhi Alokasi Dana Desa minimal 10% sejumlah 355 daerah, dengan ADD tertinggi 182,08% dialokasikan oleh Kabupaten Badung, sedangkan yang belum memenuhi ada 79 daerah, dengan ADD terendah 0,45% yang dialokasikan oleh Kabupaten Padang Sidempuan. (Jurnal Defis Edisi 6, Volume VI, Januari-April 2020).**
|
Life Style
![]() |
---|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
|
Ruang Kosong
![]() |
---|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
|
Advertorial
![]() |
---|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
|
Nasional
![]() |
---|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
|
OLAHRAGA
![]() |
---|
![]() |
![]() |
|
Property
![]() |
---|
![]() |
![]() |
|
Otomotif
![]() |
---|
![]() |
![]() |
|
Life Style
![]() |
---|
![]() |
![]() |
|
Nasional | Otomotif | Life Style | ||||
---|---|---|---|---|---|---|
Bisnis | Advertorial | Ruang Kosong | ||||
Daerah | Galeri | Pariwisata | ||||
Internasional | Sport | Hiburan | ||||
Hukum | Pendidikan | Griya Interior | ||||
Politik | Budaya | Kisah Inspiratif |