Polemik PPDB di Provinsi Riau Ditinjau Dari Sisi UU Keterbukaan Informasi Publik

Polemik PPDB di Provinsi Riau Ditinjau Dari Sisi UU Keterbukaan Informasi Publik
Asril Darma (Komisioner KI Riau)

Penulis: H Asril Darma S.Si, M.I.Kom Komisioner Komisi Informasi Provinsi Riau, Bidang Advokasi Sosialisasi dan Edukasi

Pekan kemaren sejumlah media dihebohkan dengan polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2022. Sejumlah SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru ketahuan menerima puluhan siswa titipan di luar penerimaan yang diumumkan secara resmi. Kalau ditotal jumlahnya lebih dari 1.000-an siswa. 

Hal terungkap ketika Wakil Ketua DPRD Riau, Agung Nugroho, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa sekolah menengah atas (SMA) sederajat, Jumat (22/7/2022). Menurut Agung,  sidak ini menindaklanjuti aduan masyarakat yang banyak masuk ke DPRD Riau mengenai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang digelar beberapa waktu lalu. (www.halloriau.com, 22 Juli 2022).

 

Sekolah pertama yang dikunjungi legislator asal Kota Pekanbaru ini ialah SMAN 9 Pekanbaru. Dari data yang diterima Agung, SMAN 9 sendiri memiliki jumlah 9 lokal untuk kelas baru. Bila dihitung dengan angka maksimal jumlah rombongan belajar (rombel) sebanyak 36 siswa, maka seharusnya ada 324 siswa baru yang dapat ditampung. Namun, pada pengumuman PPDB yang disiarkan secara daring, jumlah siswa yang diterima hanya 269 siswa saja. Berarti ada selisih kuota 55 siswa. Belakangan terungkap, sisa kuota itu disebutkan oleh kepala sekolah untuk menampung siswa yang masuk melalui rekomendasi Dinas Pendidikan Provinsi Riau. “Sedangkan sisanya masuk melalui rekomendasi Dinas Pendidikan,” ucap Agung melalui keterangan tertulis, seperti dikutip dari halloriau.com.

 

Fenomena serupa ditemukan Agung Nugroho di SMKN 1 Pekanbaru. Sejatinya sekolah tersebut memilki jumlah 10 kelas untuk siswa baru. Saat pengumuman PPDB, SMKN 1 hanya menerima sebanyak 300 murid. Mestinya sekolah bisa menampung 360 siswa. Sisanya sebanyak 60 siswa, lagi-lagi masuk melalui rekomendasi Disdik Provinsi Riau melalui Kepala Bidang (Kabid) SMA.

Tidak cukup itu, Agung  melanjutkan sidak ke SMAN 5 Pekanbaru yang terdapat di Jalan Saus, Kota Pekanbaru. Di sana ia bersama rombongan juga disambut langsung oleh Kepala Sekolah SMAN 5 Elmi Gurita. Dari penuturan Kepsek, jumlah kelas untuk siswa baru di sana terdapat 11 kelas. Bila ditotal, ada sebanyak 396 siswa yang seharusnya bisa diterima melalui PPDB online. Namun pada kenyataannya, pada saat PPDB pihak sekolah hanya menerima 330 siswa. Sisanya sebanyak 66 orang merupakan siswa titipan, yang masing-masing berasal dari Disdik sebanyak 51 orang dan pihak sekolah 15 orang. Kepsek juga bercerita bahwa titipan Disdik tersebut diberikan melalui sebuah draft yang dititipkan kepada kepala sekolah saat rapat bersama kepala sekolah di sebuah gedung di Jalan Arifin Achmad. Di sana ditentukan  nama-nama yang masuk melalui titipan Disdik, kata sang kepala sekolah, Elmi 

Masih dari pengakuan Kepala Sekolah, Plt Kepala Dinas Pendidikan M Job menyebut bahwa titipan ini sengaja dibebankan kepada pihak sekolah karena desakan DPRD Riau. Kata dia, pihak Disdik mengatakan untuk seluruh sekolah Disdik menitipkan sebanyak 750 siswa.

Keterbukaan Informasi Publik Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik maksud dari   "Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan,  disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh  suatu badan publik yang berkaitan dengan  penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik  lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta  informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik". (Pasal 1 Poin 2 mengenai Ketentuan Umum).

Sedangkan berdasarkan berdasarkan undang-undang tersebut, sekolah, apalagi itu sekolah negeri jelas-jelas masuk kategori Badan Publik. Sebagaimana ditegaskan pada Pasal 1 poin 3 tentang Ketentuan Umum. Bunyinya;

"Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri"

Lantas apa kaitan polemik PPDB dengan UU Keterbukaan Informasi Publik? Undang undang yang disahkan tahun 2008 ini filosofinya adalah untuk menciptakan tata pengelolaan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (good governance) yang diawali dari tranparansi atau keterbukaan informasi di semua Badan Publik. Mencermati temuan anggota DPRD Provinsi Riau ini,  SMA/SMK Negeri sebagai Badan Publik jelas-jelas mengangkangi amanat dari UU No 14 Tahun 2008. 

Pasal 7 ayat 3 disebutkan Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik  yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. Lebih jelas lagi, pada Pasal 11 Ayat 1 bahwa Badan Publik wajib menyediakan informasi,  poin (b) hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; (c) seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen  pendukungnya;

Terkait dengan informasi pelaksanaan program/kegiatan/kebijakan PPDB ini yang wajib dilakukan secara transparan dipertegas lagi pada Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 (Perubahan dari Perki 1 Tahun 2010) Pasal 15 Ayat 2 Poin (i) "Informasi tentang penerimaan calon peserta  didik pada Badan Publik yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan untuk
umum".

Setiap warga Negara Indonesia (WNI), baik secara individu ataupun Badan Hukum berhak memperoleh informasi  dari Badan Publik melalui mekanisme permohonan informasi yang sudah diatur oleh undang-undang. Jika permohonan informasi tersebut tidak dipenuhi ataupun informasi yang diberikan tidak sesuai dengan yang diminta atau menghasilkan ketidakpuasan, selanjutnya pemohon informasi bisa mengajukan sengketa ke Komisi Informasi. Karena sesuai amanah UU Nomor 14 Tahun 2022, Komisi Informasi mempunyai tugas "Menerima, Memeriksa dan Memutus Permohonan Sengketa Informasi Publik".

Undang undang ini juga mengatur ranah pidana. Yakni pada Pasal 52 ;  "Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi  Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi  Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta,  Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau  Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana  kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)." 

Kemudian pada Pasal 55 "Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan  mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan  pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Ancamannya 1 tahun penjara atau denda Rp 5 juta"

Tentu saja jika sudah menyangkut pelanggaran pidana, bukan lagi menjadi kewenangan Komisi Informasi. Masyarakat dipersilahkan menempuh jalur hukum. Sebagaimana diatur pada Pasal 57 "Tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang ini  merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan 
umum". 

Sekarang pertanyaannya, berdasarkan uraian tersebut diatas, apakah  Badan Publik yang terlibat dalam proses PPDB ini ada melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik, baik itu pada ranah sengketa informasi atau bahkan ranah pidana, silahkan masyarakat yang menilai. Wallahu'alam bishowab. *

 

Berita Lainnya

Index