Kisah Lansia Penghuni Panti Jompo : Belajar Tentang Arti Cinta dari Mereka

Kisah Lansia Penghuni Panti Jompo : Belajar Tentang Arti Cinta dari Mereka
Ilustrasi-internet

Pekanbaru, iniriau.com-Delapan tahun lalu Marhayati, 69 tahun, dikirim sang anak ke Panti Jompo Tresna Werdha Husnul Khotimah, di Jl Kaharuddin Nasution Pekanbaru.

Ia memilih dititipkan di panti bersama teman-teman seusianya, karena merasa sang menantu menolak kehadirannya untuk tinggal bersama sang anak.

Saat itu Marhayati  tinggal bersama  sang anak dan menantunya di Kota Medan. Suatu saat Marhayati mendengar percakapan sang menantu dengan anaknya. Menantunya menanyakan kapan saya pulang ke Pekanbaru. Percakapan itu sangat menyayat hati Marhayati. Ia pun minta pulang ke Pekanbaru dan diantar ke panti jompo.

"Saya mendengar menantu saya bertanya ke anak saya kapan saya balik ke Pekanbaru. Saya tak mau jadi masalah bagi mereka. Saya tak ingin jadi beban  anak dan menantu. Biarlah saya tinggal di panti jompo, biar saya menjadi beban negara saja," ujar Marhayati sedih.

Kisah Marhayati, hanya sekelumit kecil dari 'penderitaan' sebagian para orang tua di usia senjanya. Masih banyak Marhayatj-maharyati lain yang nasibnya mungkin lebih menyedihkan. Yang mungkin saja terang-terangan dibuang sang anak dipinggir jalan, dan akhirnya ditemukan orang yang  merasa kasihan, dan kemudian mengantarnya ke panti jompo.

Begitulah, nasib  orang tua, para lansia, bisa saja berbanding terbalik saat muda dulu. Ketika ia dengan segenap hati melahirkan dan merawat sang anak dengan penuh kasih, tanpa pamrih dan berbalas imbalan.

Dan, Marhayati kini melewati masa senjanya bersama orang-orang yang tadinya tak pernah ia kenal, tetapi kini menjadi keluarganya.

"Di sini kalau ada apa-apa banyang yang bantu. Soalnya di Pekanbaru saya hanya sebatang kara, jauh dari anak. Makan pun sudah tersedia jadi disyukuri saja," lirih Marhayati. Setitik air bening pelan-pelan jatuh di pipinya yang telah keriput.

Kehidupan Panti Jompo Tresna Wedha adalah gambara kontra hari tua kita. Hari tua yang mestinya butuh diperhatikan dan dilewati bersama anak dan cucu, justru tetasing jauh dari mereka. Ada banyak hal penyebabnya. Karena anak yang tidak mau terbebani oleh orang tuanya, tetapi ada juga karena faktor ekonomi.

Seperti yang dialami Ramli. Laki-laki kelahiran 13 Juni 1949 ini mengaku tinggal di panti jompo atas kemauan sendiri. Penyakit jantung yang diidapnya membuat sang anak  yang kondisi ekonominya belum mapan, tak sanggup membiayai pengobatannya.

"Saya disini karena kemauan saya sendiri. Anak saya, suaminya buruh lepas. Kadang kerja, kadang nggak. Saya menderita sakit jantung. Sadar diri saja," jelas laki-laki berperawakan tubuh sedang ini.

Ramli yang pernah bekerja di Dinas Kebersihan Kota Pekanbaru selama 10 tahun, juga mengaku bersyukur bisa tinggal di panti jompo.

"Apalagi yang bisa dilakukan. Alhamdulillah saat ini makan  bisa tiga kali sehari. Ada teman sekamar untuk cerita, bisa nonton TV di ruang tengah, makan teratur, bahkan waktu pandemi kemarin semua alat-alat prokes seperti masker dan sabun cuci tangan ada semua," ujar Ramli bahagia, matanya menerawang jauh dengan sebuah sebyum. Entah apa yang dipikirkannya.

Marhayati dan Ramli sesungguhnya tempat kita belajar tentang cinta sejati. Tentang kasih orang tua yang sepanjang jalan, dan kasih anak yang sepanjang galah.*

Berita Lainnya

Index