iniriau.com,PEKANBARU - Hampir Rp461 miliar total nilai proyek di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau diduga telah dilakukan putus kontrak dan luncuran di tahun 2022.
Ironisnya, dana mendekati setengah triliun itu putus kontrak atau tidak rampung karena diduga ada permasalahan mendasar. Salah satu faktor teknisnya diduga karena tahap awal proses lelang yang dilakukan tidak sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku.
Dari data yang dihimpun angka Rp461 miliar itu terdiri dari 16 paket putus kontrak di tahun 2022. Tiga dinas dengan nilai Rp187 miliar dan 30 paket luncuran di dua dinas dengan nilai Rp274 miliar.
Jika dirincikan untuk paket putus kontrak di tahun 2022 terdiri dari Dinas PUPRPKPP senilai Rp166 miliar, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Rp20 miliar dan dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Rp313 juta.
Sedangkan untuk paket luncuran tahun 2022 di Dinas PUPRPKPP senilai Rp258 miliar dan di RSUD Arifin Achmad Rp16 Miliar. Hal itu juga terungkap dalam rapat evaluasi dan realisasi APBD Pemprov Riau di ruang Melati, kemarin.
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Daerah Provinsi Riau terlihat kesal melihat kinerja organisasi perangkat daerah yang tidak maksimal dalam menjalankan program pemerintah yang telah dirancang, bahkan ada yang menyalahi aturan.
“Pada 2021, jelasnya, ada putus kontrak 9 paket dan luncuran 15 paket. Kemudian, pada 2022 putus kontrak 16 paket dan luncuran 30 paket yang putus kontrak. Peningkatan yang luar biasa, jelas ada yang salah dan janggal ini, misalnya dalam proses lelangnya,” tegas Sekda di tengah forum tersebut.
Tak tanggung-tanggung, nilai paket yang putus kontrak jika dikalkulasikan mencapai Rp461miliar. nilai yang jika dimaksimalkan dapat menjawab persoalan-persoalan mendasar di bumi Lancang Kuning ini. Misalnya soal jalan rusak yang sempat heboh dan menjadi sorotan beberapa waktu terakhir.
“Coba dipikir kita selalu bilang kurang uang untuk memperbaiki infrastruktur. Tapi kenyatannya dana yang ada aja tidak bisa terserap maksimal malah sampai putus kontrak. Ini yang harus kita benahi demi menjawab keluhan-keluhan masyarakat, misalnya soal jalan rusak dan lain-lainnya,” tegas Mantan Inspektur Investigasi Kementerian PUPR itu mencontohkan, langkah antisipasi dini sejatinya dapat dilakukan.
Bahkan, Gubernur telah memerintahkan untuk melakukan lelang sejak awal atau dini, namun perencanaan dan lelangnya belum selesai dan terkesan lamban.
“Ya hal-hal teknis seperti itu kan OPD yang tau dan harus menjadi atensi. Kalau sudah seperti ini kan susah jadinya. Karena kejadian ini perlu kita evaluasi kendala-kendala yang terjadi biar tidak terulang lagi. Jangan sampai pelayanan masyarakat terhambat karena hal-hal teknis di OPD,” imbuhnya lagi.**