iniriau.com,PEKANBARU - Pernyataan Riau Students Movement (Gerakan Mahasiswa Riau) yang menyebut Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Riau Mamun Murod sebagai dalang dibalik perusak hutan dipandang terlalu tendensius.
Apalagi perusakan yang dimaksud berada di kawasan hutan dengan merubah fungsi peruntukannya menjadi perkebunan kelapa sawit dengan status di dalam Hutan Produksi Terbatas (HPT) Tesso Nilo, Pelalawan.
"Saya kira terlalu tendensius. Karena (memang) tidak relevan," kata pakar hukum dan resolusi konflik kehutanan, perkebunan dan lingkungan, Ahmad Zazali SH MH, Senin (31/10/22).
Disebutkan Zazali, poinnya adalah soal kewenangan. Dimana jenis fungsi, hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi. Pemprov cq DLHK hanya berwenang di bidang pengawasan di hutan produksi dan hutan lindung. Sedangkan pada hutan konservesi seperti taman nasional Tesso Nilo itu kewenangan Kementerian LHK cq Balai Taman Nasional Tesso Nilo.
"Sampai sekarang tidak ada yang namanya kewenangan pelimpahan disektor kehutanan. Yang namanya hutan produksi dan hutan lindung kewenangan tetap di kementerian. Begitu juga kawasan konservasi dan taman nasional marga satwa juga sepenuhnya di Kementerian LHK," jelas Zazali.
Apalagi jika dikaitkan pemilik lahan perkebunan sawit di Sektor Basrah Desa Segati Kecamatan Langgam Pelalawan atas nama Asiong ada main mata dengan Murod, untuk memperlacar usahanya.
Sementara persoalan hukum yang dikaitkan dengan perkebunan sawit yang berada di kawasan hutan tersebut, sudah terjadi jauh sebelum Murod menjabat sebagai Kadis LHK Riau.
Zazali pun kembali menyatakan tudingan yang disampaikan mahasiswa adalah salah alamat. Karena, untuk perkebunan sawit yang sifatnya keterlanjuran di kawasan hutan, diselesaikan melalui UU Cipta Kerja. Hal itu diatur melalui peraturan pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
"Saya yakin, lahan yang ditudingkan itu, bagian yang diselesaikan dalam denda administratif itu. Karena itu mestinya pertanyaan ini ke Dirjen Gakum Kementerian LHK. Makanya saya heran, kok ke DLHK. Ini salah alamat namanya," ungkal Zazali.
Jika dugaan itu benar, maka lahan perkebunan yang ditudingkan mahasiswa tersebut berarti masuk bagian dalam 1,4 juta hektar penggunaan lahan tanpa izin di Riau. Diantaranya adalah perkebunn sawit.
"Saya yakin, lahan dituding itu masuk ke sana. Ini diselesaikan dalam UU Cipta Kerja," ujar Zazali.
Karena itu, Zazali yang sudah acap menjadi pembicara di tingkat nasional soal kawasan hutan itu meminta agar mahasiswa kembali melakukan cek and ricek soal regulasi sebelum menyampaikannya ke publik.
"Kalau itu saya rasa mahasiswa sudah politis. Kalau bicara regulasi jelas tidak ada relevansinya apa. Kalau ada maksud lain, kita tidak tahu, apakah ada misi tertentu. Saya sarankan kepada mahasiswa agar lebih bijak, pahami aturan," tegas Zazali.
Sebelumnya, Riau Students Movement (Gerakan Mahasiswa Riau) melalui Wakil Koordinator Satu, Habza JA mengatakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau Mamun Murod merupakan dalang di balik perusakan hutan di Riau.
Disebutkan mahasiswa, bahwa dalam tindak tanduk Kadis LHK Riau telah merusak kawasan hutan dengan cara mengolah/mengerjakan, menguasai serta merubah fungsi dan peruntukan kawasan Hutan menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di dalam Hutan Produksi Terbatas (HPT) Tesso Nilo.**